REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR, Kasriyah mengatakan, pemerintah perlu hati-hati dan penuh pertimbangan yang matang terkait usulan RUU Pengampunan Nasional yang diusulkan beberapa anggota dewan beberapa waktu lalu.
Menurut dia, dengan adanya aturan tersebut sebagai payung hukum, DPR berharap adanya dana yang masuk dari para pengusaha di luar negeri untuk dapat diinvestasikan dalam aktivitas perekonomian di Indonesia.
"Namun pemerintah perlu melakukan transparansi terkait besaran utang pajak yang harus di tanggung pengusaha," katanya.
Dia membenarkan kondisi perekonomian Indonesia sedang melemah. Daya beli masyarakat rendah yang diakibatkan melemahnya rupiah terhadap dolar. Namun, jangan sampai rencana baik pemerintah menjadi peluang bagi para pengusaha yang mengemplang pajak untuk melakukan moral hazard.
"Karena selama ini pengusaha telah menikmati pajak yang tidak dibayarakan ke kas negara yang merupakan sumber utama penerimaan negara," ungkap Politisi Senior Partai Persatuan Pembangunan itu.
Pemerintah, kata dia, juga harus transparan terkait besaran jumlah utang pajak. Selain itu, pemerintah harus punya mekanisme dan langkah strategis dalam menyelesaikan permasalahan perpajakan tersebut, sebelum mengambil keputusan pahit yaitu melakukan pengampunan/tax amnesty.
"Berapa sebenarnya utang pajak yang belum dapat ditagih oleh pemerintah kepada pengusaha baik yang kelas kecil, menengah maupun kelas atas?" katanya.
Kasriyah mengatakan, pemerintah harus punya cara agar tidak merugikan kedua belah pihak. Bisa dengan memberikan diskon terhadap pokok pajak serta menghapus bunga denda keterlambatan. "Karena terkait pajak tentu harus berlaku prinsip-prinsip keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia yang menjadi obyek pajak," kata anggota DPR dari daerah pemilihan Kalimantan Timur.