Jumat 16 Oct 2015 09:02 WIB

Anak Pengeroyok Salim Kancil Terus Tanyakan Sang Bapak

Rep: Andi Nurroni / Red: Muhammad Subarkah
Salim Kancil
Foto: Youtube
Salim Kancil

REPUBLIKA.CO, LUMAJANG — Pemetaan dan penyelesaian masalah di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, sudah seharusnya bersifat menyeluruh. Sebab, di luar perkara hukum, banyak aspek sosial dan kemanusiaan yang pelu mendapatkan perhatian. Salah satunya adalah soal trauma anak.

Rian (5), bukan nama sebenarnya, mengalami perubahan prilaku yang drastis pascaditinggalkan ayahnya. Sang ayah  adalah salah seorang pelaku pengeroyokan terhadap Salim Kancil dan Tosan, dua petani penolak tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar. Sang ayah kini buron bersama empat orang tersangka lainnya.

Mendapati ayahnya tidak pernah pulang, kondisi psikologis bocah yang masih masih duduk di bangku TK itu menjadi sangat tidak stabil. Nia (24, bukan nama sebenarnya), sang ibu, menuturkan, anak itu menjadi sering marah-marah dan berteriak-teriak tidak keruan.

 

Selain itu, menurut sang ibu, Rian juga menjadi susah makan. "Ndak tahu mangan, ndak tahu gelem nek kon mangan iku (tidak pernah mau makan, tidak mau makan)," ujar Nia, dijumpai Republika.co.id, di rumahnya, Kamis (15/10) malam.

Tak sampai di situ, kata Nia, Rian juga menjadi susah tidur. Setiap malam, kata dia, Rian baru bisa tidur mendekati pukul 01.00 dini hari. Menurut Nia, anak itu memang biasanya tidur didampingi bapaknya.

 

Hampir setiap waktu, terutama malam hari, kata Nia, Rian terus merengek menanyakan bapaknya. Akhirnya, dia mengaku terpaksa membohongi anaknya menjelaskan sang bapak yang menghilang.

"Bapake nyambut gawe, Nak, Kapan-kapan oleh duit akeh gawe tumbas dolanan (bapakmu sedang bekerja, Nak, nanti kalau dapat uang banyak buat beli mainan)," ujar Nia menirukan perkataannya kepada sang anak, sambil menyeka matanya yang basah.

   

Selama sepekan sejak kejadian, Nia mengaku tidak berani keluar rumah. Dia juga mengunci pintu rumahnya agar sang anak tidak bermain di luar. Nia khwatir, Rian akan diolok-olok teman-temannya. Beruntung, kepala sekolah TK tempat Rian bersekolah datang meyakinkan dia agar anaknya tetap diantar ke sekolah.

Tak hanya meyakinkan agar Rian tetap diantar ke sekolah, Any Windaryanti, sang kepala sekolah, juga memotivasi dan terus mendampingi Nia agar kuat menjalani krisis yang dialami keluarganya. Any menekankan, Nia harus kuat demi Rian, anaknya.

"Anak itu kini mengungkapkan segala sesuatunya dengan kemarahan, rewel. Pasti ada sesuatu yang dipikirkan. Dan sekolah harus menjadi tempat terapi. Makanya dia senang kalau sekolah," ujar Any.

Atas prakarsa Any juga, Republika bisa menemui ibunda Rian di rumahnya. Rian sendiri sengaja dijauhkan agar tidak tidak terganggu dengan kehadiran Republika. Seperti diceritakan, Rian terdengar terus berteriak tidak keruan dan marah-marah.

Menurut Any, Rian kini semakin kurus. Di sekolah, Any juga melihat Rian menjadi mudah tertinggung dan gampang marah. Selain Rian, di TK Muslimat NU Nurul Islam Desa Selok Awar-Awar, masih tujuh anak-cucu pelaku lainnya. Selain itu, ada juga dua anak dari keluarga Salim Kancil.

Menghadapi kondisi tersebut, Any dan guru-guru di TK-nya terus bergerilya meyakinkan para orang tua yang terlibat masalah untuk tetap mementingkan sekolah anak-anak mereka. "Saya tidak memilah-milah, orang tua pelaku dan korban saya datangi semua. Anak-anak tidak boleh menjadi korban," ujar Any.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement