Selasa 13 Oct 2015 20:40 WIB

Masa Paceklik, Nelayan Kulon Progo Beralih Jadi Petani

Red: Nur Aini
Petani memeriksa kebun tebu miliknya di kawasan Wates, Kulon Progo, Yogyakarta, Sabtu (15/2).
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Petani memeriksa kebun tebu miliknya di kawasan Wates, Kulon Progo, Yogyakarta, Sabtu (15/2).

REPUBLIKA.CO.ID, KULONPROGO -- Sekitar 100 nelayan di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, beralih mata pencarian sementara menjadi petani karena kondisi laut yang sedang pasang dan paceklik ikan.

"Jumlah nelayan yang memiliki kartu anggota sebanyak 500 orang, sebanyak 20 persennya beralih profesi sementara menjadi petani," kata Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan (DKPP) Kulon Progo Sudarna di Kulon Progo, Selasa (13/10).

Menurut dia, alih profesi sementara yang dilakukan nelayan Kulon Progo merupakan hal yang wajar. Ia mengatakan di Kulon Progo tidak ada nelayan murni karena nenek moyang mereka adalah petani sehingga sangat wajar ketika gelombang tinggi dan paceklik ikan beralih menjadi petani.

"Hampir tidak ada nelayan Kabupaten Kulon Progo yang mengandalkan hidupnya dengan melaut," katanya.

Ia mengatakan nelayan yang beralih sementara menjadi petani merupakan optimalisasi potensi. Ketika tidak melaut, mereka dapat bercocok tanaman seperti menanam cabai, semangka, atau sayur-sayuran.

"Apa yang mereka lakukan ini demi kelangsungan hidup mereka," katanya.

Sudarma mengatakan nelayan Kulon Progo akan menggantungkan hidupnya dari melaut, ketika sarana dan prasarana sudah ada, yakni ketika Pelabuhan Tanjung Adikarto sudah dibuka.

"Saat ini, Pelabuhan Tanjung Adikarto belum dapat difungsikan. Apa yang menjadi impian dan harapan petani supaya pelabuhan beroperasi belum terwujud," katanya.

Anggota nelayan Pantai Bugel Warto mengatakan nelayan yang tidak melaut beralih bercocok tanam. Mereka menanam cabai, melon, semangka dan sayur-sayuran supaya dapat bertahan hidup.

Ia mengatakan sudah beberapa tahun terakhir, jumlah nelayan Pantai Bugel yang melaut sangat sedikit. Hal ini dikarenakan adanya abrasi di pantai tersebut dan gelombang sangat tinggi.

"Untuk sementara waktu, kami beralih menjadi petani. Kami memiliki ladang, sehingga kami dapat bercocok tanam saat tidak melaut," katanya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement