REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Anggota Komisi 1 DPR RI, Saefullah Tamliha, menegaskan Indonesia merupakan negara yang terbentuk dari aneka suku bangsa, agama dan kepercayaan. Prinsip multi etnis telah menjadikan perbedaan sebagai rahmat.
''Jadi tidak ada istilah Islamisasi, tidak ada istilah kristenisasi. Indonesia bukan negara agama, tapi negara yang beragama,'' kata Tamliha dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (10/10).
Tamliha mengingatkan masyarakat agar tidak terpancing jika diajak bergabung dengan ISIS dengan dalih akan dipekerjakan di Timur Tengah atau ajakan umroh gratis tanpa bayar sepeserpun. ''Ciri cirinya mereka tidak membelikan tiket pulang. Kalau hanya menyediakan tiket berangkat itu kemungkinan kelompok ISIS.''
Kendati demikian Saifullah Tamliha mengingatkan agar perbedaan paham tidak menimbulkan konflik dan kekerasan. Sebagai bangsa yang berbudaya, ia meminta masyarakat menggunakan hukum dan budaya timur untuk menghadapi semua itu."Biar aparat keamanan yang menangani kelompok yang mengedepankan kekerasan".
Tamliha juga mengingatkan para pemimpin agama agar menjaga umatnya dari ajaran yang menyimpang. "Saatnya pemimpin umat mengedepankan ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin,'' ujarnya.
Tamliha menyampaikan hal tersebut pada acara Tabligh Akbar yang berlangsung di Yayasan Asyafiiyah Desa Sukahaji, Kecamatan Ciasem Subang. Dalam acara ini hadir pimpinan Pondok Pesantren Tebar Iman Jakarta KH Kholisudin Yusa. Kegiatan ini mengambil tema Melalui Peringatan Tahun Baru Islam 1437 H Kita Junjung Tinggi Islam Sebagai Rahmatan Lil Alamin.