Sabtu 10 Oct 2015 16:29 WIB

Membaca

Beberapa anak membaca di perpustakaan keliling di Jakarta, Ahad (27/9).
Foto: Republika/Wihdan
Beberapa anak membaca di perpustakaan keliling di Jakarta, Ahad (27/9).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra, pemilik blog elangkesepian.wordpress.com

Aktivitas membaca menjadi pekerjaan yang sering diabaikan banyak orang. Mereka beranggapan bahwa membaca merupakan pekerjaan berat yang menyita waktu dan hanya layak dikerjakan orang tertentu.

Dalam pandangan masyarakat kita, jika ada seseorang yang membaca buku saat menunggu angkutan umum biasanya akan mendapat stempel sebagai orang sok pintar.

Saya punya pengalaman saat ditanya teman melalui pesan singkat (SMS) aktivitas apa yang sedang dikerjakan. “Sedang duduk-duduk sambil baca koran.” Jawaban itu lantas saya kirim ke teman saya yang sudah lima tahun ini tak saling jumpa. Sejurus kemudian, datang balasan yang masuk ke handphone saya. “Gaya, kelakuanmu sudah mirip bos saja.”

Sontak, jawaban itu membuat saya menjadi miris. Apa yang salah dengan jawaban yang saya kirim. Setelah saya pikir, pandangan masyarakat umum masih menganggap bahwa membaca merupakan aktivitas bersifat eksklusif. Maksudnya, membaca dianggap hanya layak dilakukan golongan tertentu.

Pendapat saya boleh salah, tapi kenyataannya sangat mudah menjumpai masyarakat yang berpikiran seperti itu. Mengingat, tak satu dua kali saya mendapat satire dari teman ketika saya menjawab sedang membaca, saat mereka mengirim pesan singkat menanyakan apa yang saya lakukan sekarang.

Padahal, Alquran yang merupakan wahyu yang diterima Nabi Muhammad SAW dari Sang Pencipta adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca. Rasulullah yang saat itu masih buta huruf sehingga tak bisa membaca malah disuruh membaca yang menyiratkan bahwa dengan membaca seseorang bisa lepas dari kebodohan.

Seperti hadis yang diungkapkan Rasulullah, “Jadilah kamu orang yang mengajar atau belajar atau pendengar (orang mengaji) atau pencinta (mencintai ilmu) dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima (artinya tidak mengajar, tidak belajar, tidak suka mendengarkan pengajian, dan tidak mencintai ilmu), maka kamu akan hancur.” (Baihaqi).

Maka itu, sangat jelas jika seseorang membaca, dia akan terbebas dari kehancuran yang bermakna keterbelakangan alias bodoh. Yang itu identik dengan mudah ditipu dan dipermainkan orang lain akibat minimnya ilmu yang ada dalam diri.

Sehingga, tak ada yang perlu diperdebatkan lagi di kalangan Muslim untuk tidak tak membaca jika ingin menjadi pribadi cerdas dan berpengetahuan luas. Padahal, ilmu hanya bisa didapat dari seringnya kita membaca. Jika kita gemar membaca, maka insya Allah akan mendapat posisi terhormat dunia dan akhirat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement