Jumat 09 Oct 2015 00:21 WIB

Fadli Zon: Indonesia Masih Membutuhkan Peran KPK

Rep: C97/ Red: Erik Purnama Putra
Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
Foto: Antara
Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai saat ini Indonesia masih membutuhkan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meski demikian revisi dan penguatan terhadap KPK perlu dilakukan.

Fadli menilai hal tersebut sejalan dengan wacana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Untuk memperkuat peran KPK diperlukan bantuan proporsional dari lembaga lain. Seperti kepolisian maupun kejaksaan,” katanya usai penutupan 6th Global Conference Of Parliamentarians Against Corruption (GOPAC) di Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta, Kamis (8/10).

Saat ini DPRD sedang membahas UU tentang KPK. Salah satu usulannya adalah pembatasan masa kerja KPK selama 12 tahun. Meski begitu Fadli mengaku hal tersebut hanya sebatas usulan. “Saya kira belum ada regulasi itu. Masih sebatas usulan juga,” ujar pria yang baru terpilih sebagai Presiden Gopec.

Dalam pertemuan parlemen anti korupsi sedunia ini Fadli Zon ditetapkan menjadi Presiden untuk periode 2015 hingga 2017. Fadli sendiri merupakan kandidat tunggal dari Southeast Asia Parliamentarians Against Corruption (SEAPAC). Ia bersaing dengan kandidat dari regional lain, John Hyde dari Australia dan Osei Kye Mensah Bonsu dari Ghana.

Sebagai Presiden GOPAC, Fadli Zon berencana akan membuat sekretariat, kemungkinan dengan menggunakan salah satu ruangan DPR RI. Sekretariat ini ke depannya akan terhubung dengan sekretariat GOPAC di Kanada. “Kita akan langsung mempersiapkan segala langkah-langkah yang berkaitan dengan program pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Terpilihnya Fadli Zon sebagai presiden GOPAC menghadapi tantangan dari dalam negeri. Sejumlah masyarakat yang mengatasnamakan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi Yogyakarta dan Perempuan Indonesia Anti Korupsi Yogyakarta, menggelar aksi selama 12 menit di depan Hotel Royal Ambarukmo.

Apa yang telah dilakukan wakil rakyat tersebut, dianggap sebagai bentuk pengkhianatan atas janji parlemen dalam pemberantasan korupsi. Terutama dengan adanya usulan revisi UU KPK yang merupakan upaya pelemahan KPK.

“Anggota GOPAC perlu berfikir ulang untuk memilih wakil parlemen Indonesia sebagai Presiden GOPAC. Sebelum parlemen Indonesia mampu membenahi diri sendiri menjadi parlemen anti korupsi,” ujar Koordinator Aksi, Wasingatu Zakiyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement