REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Pengacara yang mendampingi kasus pembunuhan dan penganiayaan dua aktivis antitambang Lumajang Salim Kancil dan Tosan mengatakan, sejumlah saksi dalam kasus tersebut membutuhkan konsultasi ke psikiater.
"Masih terlihat beberapa saksi ketakutan saat memberikan keterangan di hadapan penyidik Polres Lumajang, bahkan ada saksi yang menderita sakit saat dipanggil penyidik," kata Jarmoko, pengacara yang mendampingi para korban dalam kasus itu di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Kamis (8/10).
Untuk itu, lanjut dia, tim kuasa hukum korban meminta aparat kepolisian menyediakan psikiater untuk beberapa saksi yang masih mengalami trauma akibat peristiwa pasir "berdarah" di Desa Selok Awar-Awar tersebut.
"Kami sudah sampaikan kepada pihak Polres Lumajang karena beberapa saksi kini diperiksa kembali untuk memberikan keterangan tambahan atas kasus terbunuhnya Salim Kancil dan penganiayaan terhadap Tosan," tuturnya.
Pemeriksaan sejumlah saksi dan keluarga korban di Polres Lumajang, lanjut dia, mulai didampingi pengacara agar saksi bisa memberikan keterangan sesuai dengan fakta dan tidak takut menyampaikan kebenaran.
"Ada 20 pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Jember, Walhi, Kontras, dan berbagai elemen lainnya yang siap mendampingi pemeriksaan saksi dan keluarga korban hingga persidangan," paparnya.
Ia berharap ada psikiater yang memberikan konseling kepada saksi dan keluarga korban, sehingga rasa kecemasan dan ketakutan para saksi bisa hilang perlahan-lahan.
"Para saksi masih trauma atas kejadian pada 26 September 2015, sehingga perlu pemulihan psikis mereka lebih dulu, sebelum memberikan keterangan kepada penyidik," katanya.
Jarmoko juga meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan sepenuhnya terhadap saksi dan keluarga korban yang mengetahui pembunuhan dan penganiayaan Salim Kancil dan Tosan.
"Ada beberapa warga yang mengetahui kejadian tragedi pasir 'berdarah' itu, namun mereka enggan memberikan kesaksian karena pelaku pembunuhan dan penganiayaan dua aktivis antitambang di Desa Selok Awar-Awar itu masih kerabatnya," katanya.
Sebelumnya, dua aktivis antitambang Desa Selok Awar-Awar yakni Salim Kancil dan Tosan dianiaya oleh preman bayaran yang diduga disuruh oleh kepala desa setempat Har pada 26 September 2015.
Bahkan Salim Kancil dianiaya hingga tewas di balai desa setempat dan Tosan mengalami luka parah hingga dilarikan ke rumah sakit setempat.