Selasa 06 Oct 2015 19:09 WIB

Hakim Tolak Keberatan Jero

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Bayu Hermawan
Mantan Menteri ESDM, Jero Wacik menjalani sidang lanjutan dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa dan kuasa hukumnya di Pengadilan Tipikor, Selasa (29/9).
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan Menteri ESDM, Jero Wacik menjalani sidang lanjutan dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa dan kuasa hukumnya di Pengadilan Tipikor, Selasa (29/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak nota keberatan atau eksepsi dari terdakwa kasus dugaan penyalahgunaan dana operasional menteri (DOM) Jero Wacik.

Majelis meminta jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melanjutkan pemeriksaan pokok perkara yang didakwakan.

"Nota keberatan atau eksepsi terdakwa dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," kata Ketua Majelis Sumpeno saat membacakan amar putusan sela, Selasa (6/10).

Majelis menyatakan, surat dakwaan penuntut umum telah sah dan disusun sesuai aturan yang ada. Selain itu, majelis juga memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan saksi pada persidangan berikutnya.

Sidang berikutnya akan digelar Senin (12/10) pekan depan. Atas putusan sela ini, menteri era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu mengaku pasrah. Jero menyerahkan semua proses hukumnya kepada pengadilan.

"Saya serahkan kepada hakim, saya ikuti saja proses hukumnya," ujarnya.

Mantan menteri Kebudayaan dan Pariwisata (menbudpar) ini didakwa dengan pasal berlapis. Jero diduga menyalahgunakan DOM di Kemenbudpar, pemerasan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan penerimaan gratifikasi.

Ketua tim penuntut umum Dody Sukmono mengatakan, Jero menyalahgunakan dana DOM mulai tahun anggaran 2008 hingga 2011 saat menjabat sebagai menbudbar.

DOM tersebut digunakan untuk keperluan pribadi Jero dan keluarganya tanpa disertai bukti pertanggungjawaban yang sah. Akibatnya, negara merugi hingga puluhan miliar rupiah.

"Terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri yang dapat merugikan keuangan negara sejumlah Rp 10,59 miliar," kata Dody saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (22/9).

Menurut penuntut umum, alokasi DOM disediakan melalui Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Sekjen Kemenbudpar saat itu Wardyatmo membentuk tim pengelola kegiatan operasional menteri.

Jero kemudian menunjuk Kepala Bagian Tata Usaha Pimpinan pada Biro Umum Setjen Kemenbudpar Luh Ayu Rusminingsih sebagai bendahara dalam mengurus uang DOM.

Penuntut umum mengatakan, pencairan anggaran DOM pada bulan-bulan selanjutnya hanya dilampirkan Surat Pernyataan Tangung Jawab Belanja (SPTB) disertai bukti-bukti pertanggungjawaban penggunaan uang DOM yang telah diterima bulan sebelumnya.

Dalam laporan penggunaan DOM, dibuat dokumen formalitas atau dokumen yang tidak benar yang menunjukkan keadaan seolah-olah dikeluarkan untuk penyediaan barang/jasa tertentu termasuk bukti-bukti perjalanan dinas berupa tiket dan tagihan hotel.

Atas perbuatannya ini, Jero didakwa Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dalam dakwaan kedua, politikus Partai Demokrat ini disebut menyalahgunakan kekuasaan dengan melakukan pemerasan terhadap bawahannya dengan maksud menguntungkan diri sendiri.

Jero kemudian meminta sekjen Kementerian ESDM saat itu, Waryono Karno untuk menaikkan DOM menteri ESDM dari Rp 1,44 miliar menjadi Rp 3,6 miliar per tahun seperti yang didapatkannya saat menjadi menbudpar.

Untuk menindaklanjutinya, Waryono kemudian mengumpulkan seluruh Kepala Biro dan Kepala Pusat di lingkungan Setjen ESDM. Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, masing-masing kepala biro dan kepala pusat mengumpulkan dana yang berasal dari kegiatan barang/jasa yang diperoleh dari membuat pertanggungjawaban fiktif atas kegiatan pengadaan. Selain itu juga memotong pencairan dana yang diajukan rekanan yang melakukan pekerjaan di Kementerian ESDM.

"Hasilnya ini dipergunakan untuk memenuhi permintaan uang dari terdakwa," ujar penuntut umum.

Atas perbuatannya, Jero didakwa Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Sementara dalam dakwaan ketiga, Jero didakwa menerima gratifikasi atau hadiah terkait jabatannya sebagai menteri ESDM. Penuntut umum menyebut Jero menerima Rp 349 juta yang digunakan untuk biaya perayaan ulang tahun Jero pada 24 April 2012 di Hotel Dharmawangsa, Kebayoran Baru Jakarta Selatan.

Dalam dakwaan ketiga ini, Jero dijerat Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement