REPUBLIKA.CO.ID, MAMUJU -- Bentrokan warga di lokasi perkebununan Desa Tobadak 8, Kecamatan Tobadak, Kabupaten Mamuju Tengah Provinsi Sulawesi Barat, diisukan karena parmasalahan agama. Namun hal tersebut langsung disanggah pihak kepolisian Mamuju.
Kapolres Mamuju AKBP Eko Wagianto mengatakan, tidak ada perikaian yang disebabkan karena unsur agama dalam bentrok tersebut. Kejadian ini hanya dipicu sengketa tanah antara para transmigran dari Timor Timur dan masyarakat Toraja.
"Ini awalnya karena masalah garapan tanah yang berada di hutan produksi. Namun kedua pihak masing-masing mengklaim sehingga terjadi bentrok. Jangan sangkutpautkan dengan agama," ujar AKBP eko kepada Republika, Selasa (6/10).
Eko menjelaskan, persengkatan lahan di daerah Mamuju khususnya kawasan lahan hutan produksi kerap terjadi. Tidak adanya batas-batas wilayah di dalam hutan untuk diproduksi masyarakat pendatang membuat mereka sering kali bentrok. Hutan ini biasanya digarap masyarakat untuk menanam palawija maupun sawit.
Mengenai kekerasan yang menimbulkan korban jiwa, Eko menyebut pihak kepolisian telah mengamankan dua orang tersangka masing-masing dari masyarkat Timo Timur dan masyarakat Toraja. Keduanya akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku sesuai kejahatan yang mereka lakukan.
Sejauh ini, pemerintah daerah dan pihak kepolisian bahkan sudah melakukan pertemuan di Aula Kantor Bupati Mamuju. Rapat ini dipimpin Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Desa (Sekdes) Mamuju Tengah Askari, Wakapolres Mamuju Kompol Andri dan beberapa dinas terkait.
Kedua Desa Terkait Permasalahan Sengketa Tapal Batas dan Bentrok antara Desa Sejati dan Desa Saluada Kec. Tobadak, didatangkan dalam pertemuan tersebut.
Menurut Eko, dalam pertemuan tersebut terdapat 11 poin yang disepakati secara bersama. Di antaranya, proses hukum terhadap kedua belah pihak yg bertikai telah ditangani oleh pihak atau lembaga yg berwenang oleh karenanya kedua belah pihak agar bersabar dan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak penegak hukum.
Warga kedua belah pihak yang mengklaim tanah hutan produksi, tidak diperbolehkan menggarap lahan sampai ada kejelasan penyelesaiannya dari pemerintah Kab. Mamuju Tengah. Untuk menutupi kebutuhan, warga kedua belah pihak yang bersengketa harus menjaga dan tidak saling menghalangi aktifitas dalam pekerjaan masing-masing.
"Barang siapa yang melanggar hasil kesepakatan damai dari kedua bela pihak yang bersengketa, maka mereka akan diproses di depan hukum," tegas Eko.