REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis menyatakan audit terhadap Bank Indonesia (BI) harus berdasarkan rekomendasi dari DPR.
"Prinsipnya kita siap mengaudit, namun harus ada keputusan dari DPR komisi XI yang disahkan oleh pimpinan dewan untuk meminta kami melakukan audit," kata Harry, Senin (5/10).
Hal tersebut dikatakan Harry setelah BPK menyampaikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) tahun 2015 di depan sidang Paripurna DPR di Kompleks Gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta.
Selama ini, Harry menjelaskan BPK hanya bisa memeriksa laporan keuangan bank sentral tersebut, namun untuk audit kinerja dan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) tidak bisa karena terhalang oleh Undang-Undang Bank Indonesia (BI).
"Tetapi jika ada keputusan dari DPR, atas dasar itu bisa dan BI harus memberikan izin untuk diaudit, karena jika tidak, ada sanksi sesuai amanat UU BPK," ucap Harry.
Dia juga mengatakan apabila keputusan audit disetujui sidang BPK, maka kemungkinan besar audit bisa diselesaikan dalam waktu kurang lebih dua minggu hingga satu bulan. Namun itu tergantung berapa banyak pertanyaan yang hendak diajukan DPR RI.
"Tergantung pertanyaan dari DPR-nya. Uangnya ada dimana, ditaruh dimana, berapa free riders-nya. Apa pun itu, tergantung permintaan DPR-nya apa. Itu yang akan kita pelajari," jelasnya.
Usulan audit BI itu pertama kali muncul dalam sesi rapat Komisi XI DPR RI, yang mempertanyakan kinerja BI menjaga nilai rupiah atas dolar Amerika Serikat. Usulan itu lalu ditindaklanjuti Fraksi PDI-P yang menyatakan persetujuan.
Ketua Fraksi Partai Golkar yang juga Anggota Komisi XI DPR, Ade Komaruddin, menyatakan pihaknya menunggu hasil rapat internal Komisi XI DPR hari ini. Rapat itu memfinalisasi keputusan tentang usulan itu.
"Kalau posisi Golkar itu tergantung bagaimana hasil rapat internal Komisi XI," kata Ade Komaruddin, Senin (5/10).