Jumat 02 Oct 2015 23:22 WIB

Dishut NTB: Pelaku Pembalakan Liar Capai Ratusan Orang

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pembalakan liar - ilustrasi
Pembalakan liar - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Dinas Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat mengungkapkan pelaku illegal loging dan perambahan hutan di wilayahnya mencapai ratusan orang. Delapan orang sudah divonis pengadilan dan ratusan orang lainnya masuk tahap pengadilan serta ada yang masih tahap penyelidikan dan penyidikan.

“Dalam kurun waktu 2015, yang ditangani dinas periode Januari- Oktober se NTB rata-rata pelaku illegal logging dan perambahan mencapai ratusan orang.  Kasus yang masuk tahap ke pengadilan ada seratusan, yang divonis sudah delapan orang. Kalau penyelidikan dan penyidikan masih banyak,” ujar Kepala Dishut NTB, Andi Pramaria kepada wartawan, Jumat (2/10).

Jika melihat jumlah kasus, ia menuturkan, relatif sedikit. Meski begitu, pada tiap kasus yang ada bisa menyeret banyak orang tersangka.  Tidak hanya itu, dirinya mengaku melakukan penindakan disiplin dan memindahkan posisi kerja terhadap tiga pegawai dishut yang diduga membekingi perambahan hutan .

Saat ini, Andi mengatakan tengah berkonsentrasi menindak pelaku illegal logging dan perambahan hutan di Mata, Sumbawa. Sebab, tindakan yang melanggar hukum itu membuat hutan disana rusak parah mencapai ratusan hektare.

Menurutnya, modus yang digunakan pelaku ilegal loging dan perambahan kayu di Sumbawa dengan mengubah dokumen negara menjadi dokumen nota kayu olahan. Sehingga, kayu ilegal bisa menjadi legal. Lebih parahnya, dokumen yang diubah dengan mudah itu didukung oleh peraturan daerah setempat.

“Semua kayu yang masuk ke Sumbawa diganti dokumennya. Ada namanya nota, faktur  yaitu dokumen negara, begitu masuk Sumbawa diganti nota kayu olahan. Yang ilegal bisa menjadi legal,” ungkapnya.

Dirinya berharap agar peraturan daerah tersebut dicabut agar dinas kehutanan bisa melacak keberadaan kayu ilegal. Tidak hanya itu, yang menjadi persoalan lain adalah adanya kawasan hutan lindung yang disertifikatkan oleh masyarakat seperti di Sekaroh, Lombok Timur mencapai 10 hektar. Ataupun, di hutan Lindung di Taman Nasional Gunung Rinjani yang diklaim hutan adat mencapai 300 hektare.

Ia pun meminta agar Badan Pertanahan Nasional (BPN) bisa berkoordinasi terlebih dahulu terkait saat mengeluarkan sertifikat. Sehingga, sertifikat yang dikeluarkan untuk lahan tidak berada di kawasan hutan lindung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement