Jumat 02 Oct 2015 18:58 WIB

Jangan Mau Diubah Dunia (Maya)

Hafidz Muftisany
Hafidz Muftisany

Oleh: Hafidz Muftisany

Redaktur Republika

Ruang-ruang maya telah menciptakan identitas-identitas baru. Seseorang yang malu dalam kehidupan nyata bisa berubah 180 derajat kala menggunakan akun-akun di dunia maya.

Kebebasan internet. Begitu yang kerap didengungkan soal dunia tanpa sekat ini. Kita seolah menemukan mainan baru. Tempat di mana aturan tak lagi membelenggu. Imbasnya, perkataan kita jadi tak terkontrol. Lidah kita yang semula segan mengumpat, kini seolah menemukan ruang pelampiasaan.

Perbendaharaan kosakata kita tiba-tiba bertambah. Sayangnya lebih banyak kata-kata buruk. Kita tak lagi malu membongkar aib orang. Kita begitu bersemangat mengomentari masalah orang. Kita lantas menikmati perdebatan-perdebatan tanpa ujung.

Dunia maya juga telah mengubah ego kita. Di dunia yang super cepat ini, kita tak ingin ketinggalan dicap kuno. Tertinggal satu informasi saja dari kawan sejawat sudah masuk kategori malapetaka. Maka kita berlomba-lomba ingin dikenal sebagai orang pertama yang menyebar informasi penting. Lebih-lebih informasi yang heboh nan memuaskan nalar sepihak kita.

Imbasnya, kita begitu mudah menyebarluaskan apapun informasi yang nampak seide. Padahal berapa persen derajat kebenaran informasi itu, entah kita tak tahu. Sejatinya, agama ini telah memberikan tuntunan dalam mengutarakan informasi.

Pertama kita mestilah hanya dan hanya mempraktikkan qaulan sadida (perkataan yang benar). Perkataan yang benar sejurus dengan mengungkapkan fakta saja tanpa embel-embel apapun. Berkata yang benar adalah ciri orang bertakwa.

Jika kita mengaku-ngaku insan bertakwa, janganlah keluar satupun perkataan dari mulut ini kecuali benar adanya. Allah SWT berfirman, "..hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendakah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS an-Nisaa [4]:9)

Qaulan sadida memastikan saudara kita selamat dari pengaburan kejadian yang faktual. Memeriksa kebenaran memang kadang memerlukan waktu. Kadang pula ia tak selalu ramah dengan tuntutan dunia hari ini yang mensyaratkan kecepatan. Selamat meski nampak tertinggal mestilah lebih baik dibanding celaka meski nampak unggul.

Kedua, qaulan ma'rufa (perkataan yang baik). Tak cukup benar, isi perkatannya pun mestilah makruf, baik, ahsan dan semua kosakata yang bermakna baik. Sudikah kita jika sebuah kesalahan yang benar adanya lantas diiringi perkataan menyalahkan berisi sumpah serapah. Atau kita lebih nyaman dan menerima jika nasehat itu dilakukan dengan imbauan yang bijak, pengingat yang lembut dan masukan yang mulia.

Allah SWT berfirman,"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan.." (QS al-Baqarah [2]:263).

Dunia yang serba instan hari ini sudah mengubah wajah kita menjadi instan pula. Kita begitu mudah mengeluarkan kata tuduhan yang tak pantas kepada seseorang. Terlepas apakah ia benar atau memang salah. Bagaimanapun Allah telah memilihkan yang lebih baik bagi kita, yakni berkata yang makruf.

Ketiga, qaulan maysura (perkataan yang mudah). Kita berbicara untuk dipahami orang lain. Bukan untuk membanggakan diri jika kita ini hebat dalam orasi, cerdas dalam tulisan atau hebat dalam berdebat. Mudahkan jangan dipersulit. Perkataan yang memudahkan orang mencernanya adalah keharusan.

Gunakan bahasa yang mudah dimengerti sehingga kita meminimalisir salah tafsir. Keempat qaulan layyina (perkataan yang lembut). Mari kita langsung tengok apa konteks qaulan layyina dalam Alquran. Firman Allah SWT, "Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS Thaahaa [20]: 44).

Konteks pada ayat sebelumnya, Allah memerintahkan perkataan yang lemah lembut ini ditujukan kepada penguasa zhalim sekelas Fir'aun.

Lihat bagaimana tuntunan Allah dalam mengaplikasikan qaulan layyina. Perkataan yang sangat lembut ini justru ditujukan kepada penguasa yang jelas-jelas culas, sombong, lagi mendeklarasikan diri sebagai tuhan. Namun bukan sumpah serapah, kutukan yang harus dikirim ke sang penguasa lalim, tetapi sebuah perkataan yang lemah lembut. Jika dengan penguasa tiran saja kita harus berkata lembut, apalagi dengan saudara seiman.

Kelima, qaulan kariima (perkataan yang mulia). Perkataan jenis ini khusus ditujukan kepada orang tua kita. Penghormatan kepada mereka harus ditunaikan dalam bentuk perkataan yang memuliakan. Alih-alih memuliakan, berdalih orang tua adalah teman tak jarang membuat kita tak lagi menghormati mereka dalam ucapan dan perbuatan.

Allah SWT berfirman, "..jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS al-Israa' [17]:23)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement