REPUBLIKA.CO.ID, LAMONGAN -- Rencana pembangunan rel kereta api dari rute Babat-Jombang, Jawa Timur akan menghidupkan kembali beberapa stasiun lama yang tidak berfungsi, dan diharapkan memacu ekonomi beberapa tempat di dua wilayah itu.
Kepala Dinas Perhubungan Lamongan Bambang Hadjar, Jumat mengatakan beberapa stasiun yang sebelumnya tidak berfungsi dan akan aktif kembali antara lain Stasiun Kedungpring, Modo, Bluluk dan Ngimbang.
Stasiun itu, kata Bambang berada di wilayah Lamongan, yakni terletak selepas Stasiun Babat, sementara di wilayah Jombang beberapa stasiun yang otomatis aktif kembali masing-masing ada dua stasiun lama yakni Stasiun Kabuh dan Ploso.
"Ada beberapa stasiun kereta api yang puluhan tahun mati suri bersama matinya jalur kereta api Babat-Jombang akan aktif lagi, sebab nantinya jalur kereta akan melewati wilayah strategis yang bisa memberi efek ekonomi berantai bagi masyarakat Lamongan Selatan," kata Bambang di Lamongan.
Dia mengatakan, dalam dokumen yang dibuat konsultan terkait pengaktifan jalur kereta api Babat-Jombang, sesuai hasil studi kelayakan tahun 2010 untuk perkiraan tahun 2015, analisa profil pengisian muatan di Stasiun Kedungpring diperkirakan mencapai 778 orang naik dan 1.055 orang turun per hari.
Kemudian di Stasiun Modo diperkirakan bakal ada 1.889 penumpang naik dan 617 penumpang turun per hari, dan di Stasiun Bluluk rata-rata akan ada 1.025 penumpang naik dan 572 penumpang turun, sementara di Stasiun Ngimbang diperkirakan 975 penumpang naik dan 814 penumpang turun.
Sebelumnya, ada usulan tiga alternatif dalam pengaktifan jalur Babat-Jombang, yakni jalur lama milik PT KAI, sepanjang 72 kilometer, melintasi enam sungai, 14 perlintasan dan enam stasiun dengan lahan terbangun seluas 112 hektar dan lahan nonterbangun 3.227 hektare.
Alternatif kedua sepanjang 72,44 kilometer, melintasi delapan sungai, 13 perlintasan dan enam stasiun dengan lahan terbangun di sepanjang jalur ini 93,5 hektar dan lahan nonterbangun 2.682 hektar. Sedangkan alternatif ketiga sepanjang 84,87 kilometer, melintasi enam sungai, 13 perlintasan, tujuh stasiun dan 99 hektar lahan terbangun serta 3.140 hektar lahan nonterbangun.
"Untuk saat ini belum menjadi keputusan akhir, sebab ada yang memunculkan opsi untuk memilih alternatif ketiga dengan pertimbangan melewati banyak lahan kosong, menghindari kawasan hutan lindung dan konservasi, serta memiliki daya dukung tanah dengan kekerasan batuan yang cukup tinggi," katanya.
Selain itu, jalur alternatif ketiga minim melewati kawasan pemukiman penduduk sehingga memudahkan proses relokasi.