REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan harus ada supervisi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terkait masalah izin pertambangan yang berada di tengah-tengah rakyat.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Siti sehubungan dengan tewasnya aktivis anti-tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasiran, Kabupaten Lumajang, yaitu Salim Kancil yang dianiaya massa pada Sabtu (26/9).
"Kalau ditanya, pengendalian pertama harusnya dari daerah-daerah misalnya kabupaten, provinsi, dan seterusnya tetapi karena ini aspeknya sudah lingkungan kami akan coba ikuti dan lihat dari sisi pembinaannya," kata Menteri Siti setelah mengikuti upacara Hari Kesaktian Pancasila di Jakarta, Kamis (1/10).
Ia juga menyatakan sudah melakukan pembicaraan dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said terkait kekhawatiran persoalan-persoalan pertambangan rakyat atau pun pertambangan-pertambangan di tengah rakyat yang bisa menimbulkan konflik.
"Kami juga sudah merencanakan untuk membahas itu lebih jauh," kata Menteri Siti
Sebelumnya, kepolisian sudah menetapkan 18 tersangka dalam kasus penganiayaan dan pembunuhan aktivis penolak penambangan pasir di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. "Sebanyak 18 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Mapolres Lumajang," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono di Lumajang, Senin (28/9).
Dua aktivis antitambang pasir di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, yakni Salim Kancil dan Tosan dianiaya oleh massa hingga menyebabkan korban Salim meninggal dunia dan Tosan mengalami luka parah pada Sabtu (26/9).
Kedua korban kekerasan itu dikenal sebagai warga penolak tambang pasir di pesisir Pantai Watu Pecak dan keduanya dianiaya di tempat terpisah oleh puluhan orang suruhan.