Kamis 01 Oct 2015 19:13 WIB

Candi Borobudur Dikonservasi dengan Bahan Alami

Candi Borobudur
Candi Borobudur

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Balai Konservasi Borobudur mengembangkan metode konservasi terhadap Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dengan menggunakan berbagai bahan alam yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan kimiawi buatan pabrik.

"Sekarang Balai Konservasi mengembangkan konservasi Candi Borobudur berbasis tradisional. Sejak tiga tahun terakhir kami mengkaji berbagai bahan alami yang bisa digunakan, diekstrak," kata Kepala Balai Konservasi Borobudur Marsis Sutopo di Borobudur, Kamis (1/10).

Berbagai bahan alami untuk kepentingan konservasi candi Buddha terbesar di dunia yang juga warisan budaya dunia itu, katanya, bisa diperoleh dari berbagai daerah di Indonesia.

Ia mengatakan beberapa waktu lalu, Balai Konservasi Borobudur menggelar loka karya dengan menghadirkan sejumlah kalangan dari Aceh hingga Papua yang hingga saat ini memanfaatkan berbagai bahan alam untuk segala kepentingan masing-masing.

"Itu menjadi bagian dari upaya kami memperoleh bahan-bahan alam untuk kepentingan konservasi Borobudur. Bahan alam sebagian masih dipakai, tetapi bukankah nenek moyang kita dulu juga menggunakan bahan alam saat itu untuk kepentingan konservasi mereka," katanya.

Metode konservasi terhadap cagar budaya, katanya, mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Seiring dengan kesadaran dunia atas bahaya penggunaan secara berlebihan berbagai bahan kimia buatan pabrik kepentingan konservasi atas cagar budaya harus memperhatikan masalah keamanan benda, manusia, serta lingkungan.

Ia mencontohkan tentang manfaat ekstrak minyak serai wangi untuk menghambat pertumbuhan lumut dan ganggang di batu candi yang masih diuji coba oleh tim Balai Konservasi Candi Borobudur.

Selain itu, katanya, zat gelatin berasal dari putih telur, tulang, dan kulit kerang yang dicampur antara lain dengan serbuk batu, kapur, dan gula, bisa menjadi bahan perekat konservasi batu candi.

Selain itu, bubur kertas untuk mengambil kotoran yang menempel di dinding candi dan olahan bubur tanah liat untuk mengambil kerak di batu candi.

Ia mengatakan sejak restorasi Candi Borobudur (1973-1983), konservasi atas peninggalan nenek moyang Bangsa Indonesia itu menggunakan bahan kimiawi buatan pabrik, yang antara lain bisa berdampak terhadap percepatan pengeroposan batu, berbahaya bagi lingkungan, serta bisa mengganggu kesehatan manusia.

"Untuk itu kemudian metodenya diperbaiki dengan menggunakan bahan alami yang ramah lingkungan. Kami terus melakukan penelitian dan uji coba untuk itu. Ini menjadi tantangan Balai Konservasi Borobudur untuk menemukan bahan-bahan alam untuk konservasi " katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement