Selasa 29 Sep 2015 23:20 WIB

Petani NTB Kesulitan Pasarkan Produk Pertanian

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Yudha Manggala P Putra
Pertanian
Pertanian

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK UTARA -- Petani kakao, durian dan cengkeh asal Provinsi Nusa Tenggara Barat mengaku kesulitan mencari pasar untuk menjual hasil produk pertanian. Selama ini, mereka lebih banyak menjual produk tersebut kepada pengepul dengan harga murah. Sehingga cenderung merugikan petani-petani lokal.

Wayan Sadura, Ketua Kelompok Tani “Pade Demen”, Dusun Lias, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, NTB mengatakan rata-rata petani yang tergabung dalam kelompok tani mengeluhkan sistem penjualan dan pemasaran produk pertanian yang masih terkendala.

“Sejak kelompok ini berdiri pada 2005, kendala utama yang dialami yaitu dari hasil yang diperoleh petani kesulitan untuk menjual dan memasarkan itu. Para petani mengeluhkan itu,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di lokasi saat acara reses anggota DPRD NTB Fraksi PAN, Hadi Sulthon, Selasa (29/9).

Ia menuturkan, petani menjual hasil produk kepada pengepul di Dusun Gondang sangat murah dan cenderung merugikan petani. Padahal, harga produk-produk pertanian unggulan Dusun Lias seperti komoditi Kopi, Kakao, Cengkeh, Pisang, Durian, Manggis relatif tinggi di wilayah Tanjung dan Kota Mataram.

Tidak hanya itu, menurutnya, masyarakat belum mampu mengolah hasil produksi pertanian di Dusun Lias menjadi produk-produk lain yang bisa memberikan nilai tambah bagi petani. Selain untuk dijual gelondongan ke pengepul, hasil produksi yang ada seperti Durian Kane lebih banyak  dikonsumsi masyarakat untuk sehari-hari dan jarang diolah menjadi produk lain.  

Dari satu kelompok tani di Dusun Lias, Wayan mengatakan hasil produksi kelompok tani “Pade Demen” diantaranya Durian Kane mencapai 2-3 ton, Kopi 20 ton. Sementara itu, hasil kakao hanya bisa 2-3 dalam setahun. Itu disebabkan seringkali gagal panen kakao.

Tidak hanya itu, ia menuturkan, akses jalan menuju Dusun Lias relatif sulit. Sebabnya, jalan masih tanah dan belum dihotmix. Apalagi, pada musim kemarau, setiap melewati jalan akan penuh dengan debu yang menyulitkan pengendara motor maupun mobil.

Petani kakao, Dian mengaku pohon kakao di wilayahnya relatif tua berumur 30 tahun. Itu menyebabkan hasil produk kakao memiliki kualitas rendah. Oleh karena itu, dirinya berharap agar dinas pertanian bisa mendorong agar ada penanaman ulang pohon kakao. Sehngga kualitas kakao banyak dan bagus.

Kepala Tata Usaha Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorluh) NTB, Muhammad Riadi mengaku masih banyak petani yang menjual hasil produknya secara gelondongan ke pengepul. Sehingga yang menikmati nilai tambah dari produk tersebut adalah pengepul. Itu menunjukan pemasaran produk yang ada belum terkelola dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement