Senin 21 Sep 2015 12:51 WIB

Hakim Tolak Eksepsi Suryadharma Ali

Mantan menteri agama Suryadharma Ali.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Mantan menteri agama Suryadharma Ali.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan mantan menteri agama Suryadharma Ali dan pengacaranya dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Agama sepanjang 2010-2014.

"Mengadili, menyatakan eksepsi atau keberatan dari terdakwa Suryadharma Ali dan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima. Ke dua menyatakan surat dakwaan Penuntut Umum KPK atas nama terdakwa Suryadharma Ali adalah sah dan telah meemnuhi ketentuan pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP. Ke tiga, memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksan pokok perkara," kata ketua majelis hakim Aswijon saat membacakan putusan sela di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/9).

Sebelumnya pada 7 September lalu SDA sudah mengajukan nota keberatan yang antara lain menyatakan bahwa ia sama sekali tidak melakukan tindakan melawan hukum yang dapat merugikan keuangan negara maupun menggunakan uang negara untuk keuntungan pribadinya.

Namun hakim berpendapat lain. SDA dalam eksepsinya beralasan bawa kerugian negara yang didakwakan KPK kepada dirinya yaitu sekitar Rp 53,9 miliar hanya kebohongan belaka. Terkait penghitungan kerugian negara tersebut, majelis hakim menilai bahwa penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

Apalagi menurut hakim berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi pada 24 Oktober 2012 yang membenarkan KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPK dan BPKP dalam rangka pembuktian Tindak Pidana Korupsi, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar instansi BPK dan BPKP, atau mengundang ahli lainnya.

Dalam perkara tersebut, Suryadharma didakwa memperkaya diri sendiri sejumlah Rp 1,821 miliar dan memperoleh hadiah 1 lembar potongan kain Kabah (kiswah) serta merugikan keuangan negara sejumlah Rp 27,283 miliar dan 17,967 juta riyal (sekitar Rp 53,9 miliar) atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut sebagaimana laporan perhitungan kerugian Negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

Suryadharma diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp 1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement