Jumat 18 Sep 2015 16:32 WIB

Yasonna: KPK tak akan Lumpuh dengan Adanya RUU KUHP

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonang Laoly menegaskan tidak ada upaya melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi melalui Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

"Memang ada perbedaan pandangan, tapi yang pasti KPK tidak akan jadi lumpuh gara-gara itu (RUU KUHP)," katanya di gedung Kementerian Hukum dan HAM Jakarta, Jumat (18/9).

Seperti diketahui, saat ini Komisi III dan Kemenkumham mewakili pemerintah sedang membahas RUU KUHP, namun rancangan tersebut akan memasukkan delik korupsi sehingga dapat berdampak pada KPK yang merupakan lembaga penegak hukum yang khusus mengurus korupsi (lex specialis) dan bukan bersifat umum seperti KUHP (lex generalis).

"Karena di buku kesatu juga diatur bahwa ini delik umum. Kalau ada delik umum tetap dihargai delik khusus yang ada karena kewenangan KPK kan tidak dipangkas," ujarnya.

Menurutnya RUU KUHP bertujuan untuk membuat kodefikasi hukum Indonesia. Ia menjelaskan KPK tidak akan lemah apa lagi sampai bubar dengan masuknya delik korupsi di KUHP.

"Tidak berarti BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) menjadi bubar dengan delik terorirsme ada di KUHP. Delik pencucian uang jadi hilang, ya enggak. Ini kan tetap kewenangan penegakan hukum. KPK tetap dipertahankan. Lex specialisnya ada di dalam buku satu yang belum dibahas ada ketentuan itu. Orang liatnya sepotong-sepotong," jelasnya.

Sebelumnya pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji meminta agar tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang tidak dimasukkan ke dalam RUU KUHP.

Alasan lain adalah adanya asas "Lex Specialis" pada RUU KUHP menyatakn secara tegas dan jelas tetap mempertahankan delik-delik tindak pidana korupsi yang tidak berdampak pada delegitimasi kelembagaan KPK.

"Andai tetap saja delik tipikor diintegrasikan kepada RUU KUHP, harus ada penegasan bahwa penegak hukum, termasuk KPK, tetap memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan kasus tipikor atas delik-delik tipikor yang ada di dalam RUU KUHP maupun di luar KUHP. Tanpa masukan ini, dikhawatirkan terjadi delegitimasi kewenangan KPK atas kasus-kasus korupsi," jelas Indriyanto.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement