REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perhubungan (Menhub), Ignasius Jonan mengatakan, ojek baik yang konvensional maupun yang sedang 'ngehits' seperti Gojek dan Grab Bike bukan merupakan moda transportasi yang diatur oleh lalu lintas angkutan jalan sebagai transportasi publik.
"Tidak bisa, kecuali kalau sudah diatur di Undang-undang," ujarnya di Kantor Pusat Kemenhub, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (17/9).
Ojek, lanjutnya, tidak dapat dikatakan sebagai transportasi publik, selain tidak ada di Undang-undang juga dianggap kurang menjamin dari segi keselamatan penumpangnya. "Angkutan roda dua itu dianggap keselamatannya kurang sehingga tidak dimasukkan dalam undang-undang," tambah dia.
Dengan begitu, sebagai regulator transportasi, Kemenhub tidak akan ikut campur dalam usaha ojek yang belakangan ini menjadi primadona di jalanan Ibu Kota, lantaran tidak ada regulasi atau undang-undang transportasi yang mengaturnya.
Berbeda dengan Gojek dan Grab Bike, untuk Uber, Mantan Dirut KAI tersebut mengaku telah mengirimkan surat kepada operator pengelola bisnis taksi pelat hitam tersebut.
"Uber itu, kalau menurut saya hanya teknologi reservasi dan teknologi bisnis, yang harus dilakukan itu taksi-taksinya mau pelat hitam atau mau pelat apa, itu harus ada registrasi bahwa kendaraan itu harus sebagai transportasi umum," sambung Jonan.
"Kalau sistem teknologinya saya sepakat, enggak ada yang melarang itu," katanya menambahkan. Meski begitu, kendaraan yang digunakan sebagai taksi itu harus registrasi. "Kalau Anda ke negara maju, itu banyak yang pake pelat hitam semua, tapi teregistrasi sebagai kendaraan taksi yang khusus," tegasnya.