REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggantian posisi Menteri Perdagangan dari Rachmat Gobel menjadi Thomas Lembong seharusnya tidak perlu diikuti dengan perubahan peraturan terhadap peredaran minuman beralkohol (minol). Yang berganti hanya jabatan menteri, sedangkan birokrasi dan penyusun kebijakan tidak ada yang berubah.
Pemerintah harusnya konsisten terhadap kebijakan yang dibuatnya.
“Kalau setiap ganti menteri terus kebijakan juga ikut diganti, ya repot,” ucap Direktur Eksekutif Institute National Development and Financial (Indef) Enny Sri Hartati kepada Republika.co.id, baru-baru ini.
Pemerintah dalam menetapkan kebijakan harusnya didasari pada pertimbangan-pertimbangan obyektif yang komprehensif. Artinya, sebelum ditetapkan sebagai sebuah kebijakan, perlu ada penelaahan dan alasan yang jelas, baik untuk tujuan jangka pendek ataupun panjang. Jika telah didasarkan pada alasan obyektivitas, maka tidak akan ada lagi kebijakan yang berdasarkan selera pemimpin semata.
“Pasti ini akan didasari obyektivitas kepentingan masyarakat, ini mesti jadi titik krusialnya,” ujarnya.
Bagaimanapun, kata Enny, minol adalah barang yang harus dibatasi karena memiliki dampak buruk tidak hanya pada kesehatan, sosial, dan kriminalitas. Yang namanya regulasi mestinya berlaku secara general dan bukan berdasarkan tafsir masing-masing.
Pemberian kewenangan peredaran minol pada pemerintah daerah hanya akan menimbulkan ketidakpastian usaha. Bahkan di tingkat grass root akan menimbulkan konflik. Sebab peraturan di setiap kabupaten/kota bisa jadi berbeda.