Senin 14 Sep 2015 19:36 WIB

Ini Penyebab Turunnya Kinerja KPK Versi ICW

Rep: C20/ Red: M Akbar
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Foto: Republika/Wihdan H
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch  (ICW) Wana Alamsyah menduga penurunan kinerja penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dikarenakan serangan balik yang sangat gencar dari lembaga penegak hukum lain. Serangan tersebut antara lain kriminalisasi pimpinan dan penyidik, praperadilan, teror dan rencana revisi UU KPK.

"Serangan balik ini telah mengubah konstelasi, psikologi dan motivasi seluruh jajaran KPK sehingga berdampak terhadap kemampuan penyidikannya," kata Wana saat jumpa pers di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (14/9).

Wana juga melihat ada faktor lain yang jadi penyebab menurunnya penyidikan kasus di KPK. Salah satunya yakni tidak adanya dukungan politik kepada KPK, baik dari pemerintah maupun parlemen.

"Selain serangan, dukungan politik berupa perlindungan politik bagi KPK dari Presiden dan kelompok politik yang ada juga belum memadai," ujar Wana.

Sementara itu, Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Febri Hendri mengatakan berdasarkan data yang diolah ICW yang bersumber dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK periode 2003–2014, ditemukan adanya 442 temuan yang memiliki unsur pidana korupsi senilai Rp 43,8 triliun. BPK telah menyampaikan sebanyak 227 surat dari total temuan itu.

Sedangkan data BPKP yang telah diolah oleh ICW, telah dilakukan 3.072 audit investigatif dan perhitungan kerugian negara selama 2011–2015 semester I dengan nilai temuan sebesar Rp 16 triliun.

"Jika temuan BPKP dan BPK dijumlahkan dan diasumsikan tidak ada temuan yang overlap, maka jumlah total temuan adalah sebanyak 3.514 dengan kerugian negara Rp 59,8 triliun," kata Febri.

Dia menambahkan, perbandingan nilai ini dengan nilai kerugian negara dalam kasus korupsi yang disidik aparat penegak hukum dalam periode 2010 sampai dengan semester I 2015 terdapat selisih sekitar Rp 29,2 triliun.

Menurut Febri, terdapat defisit kerugian negara pada kasus korupsi yang ditindak oleh aparat penegak hukum sebesar Rp 29,2 triliun.

"Artinya masih ada kasus korupsi senilai Rp 29,2 triliun yang seharusnya masuk dalam tahap penyidikan tapi belum ditindaklanjuti aparat penegak hukum," ujar Febri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement