REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan proyek kereta api cepat dinilai belum memungkinkan dilakukan di Indonesia. Pemerintah pun menilai pembangunan kereta api dengan kecepatan menengah lebih mungkin dilakukan.
Ketua Staf Ahli Wakil Presiden, Sofjan Wanandi, mengatakan pemerintah Jepang dan Cina masih tertarik untuk mengikuti tender dalam pengerjaan proyek kereta api kecepatan menengah. Kendati demikian, pemerintah juga akan mengundang negara asal Eropa untuk bergabung dalam tender ini.
"Iya mereka masih minat, kita juga tender seluruh dunia. Kita juga tak mau kalau Jepang dan Cina saja, kita mau Eropa juga ikut," jelas Sofjan.
Ia melanjutkan, negara Eropa seperti Prancis dan Jerman juga akan diundang untuk bersaing menggarap proyek ini. Sofjan mengatakan, sebelum pemerintah membuka tender pembangunan proyek ini, kementerian perhubungan akan melakukan uji kelayakan.
"Karena ini tak bisa sendiri-sendiri. Ini harus sesuai dengan rencana transportasi nasional, baik keretanya, atau pelabuhannya, pengangkutan itu. Jangan semua jalan sendiri malah tabrakan nanti," kata Sofjan.
Lebih lanjut, ia mengatakan proyek kereta api cepat belum tepat dilaksanakan pada tahun ini. Sehingga, pemerintah kemungkinan menunda pembangunan hingga lima tahun mendatang. Keputusan pemerintah membatalkan pembangunan proyek kereta api cepat ini berdasarkan saran dari para konsultan.
"Memang belum waktunya, mungkin kita tunda 5 tahun lagi lah untuk kereta cepat. Pindah ke medium speed," kata dia.
Menurut dia, pembangunan proyek kereta api cepat membutuhkan biaya yang sangat besar. Sementara, pembangunan infrastruktur di wilayah Indonesia Timur juga masih perlu diperhatikan.
Sebelumnya, pemerintah memutuskan untuk membatalkan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Presiden menyarankan agar investor yang mau menggarap proyek ini menggantinya dengan kereta berkecepatan medium.