Kamis 10 Sep 2015 22:45 WIB

Kasihan, Nenek Sandinem Banting Tulang Demi Dua Anak Depresi

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Indah Wulandari
Wanita depresi (ilustrasi).
Foto: glamorouscha.info
Wanita depresi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,BANYUMAS -- Rumah Sandinem Wartem (80 tahun) hanya berupa gubuk dari anyaman bambu yang sudah banyak berlubang. Alasnya pun hanya dari tanah.

Di lihat dari luar, rumah itu sudah tidak lagi berdiri tegak. Atapnya yang terbuat dari seng berlubang. Sehingga kalau hujan bisa dipastikan alas rumah itu yang terbuat dari tanah menjadi becek.

Tidak terlihat ada lampu penerangan dari listrik PLN di dalam rumah itu. Yang ada hanya penerangan dengan lampu minyak tanah dari kaleng.

Di rumah seluas sekitar 4x5 meter di Grumbul Karang Nangka, Desa Pageraji, Kecamatan Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah ini dihuni tiga orang. Selain Sandinem, ada dua orang anaknya. Yang perempuan bernama Sailah (40) dan anak lelakinya, Narwan (30).

Namun dalam usianya yang renta ini, Sandimen tidak bisa menyandarkan hidupnya pada kedua anaknya. Justru sang nenek yang harus menghidupi kedua anaknya. Hal ini karena kedua anaknya yang sebenarnya sudah dewasa ini, mengalami gangguan kejiwaan akibat depresi.

''Tapi mboten purun ngamuk kok (Tapi tidak pernah mengamuk kok),'' kata Sandinem saat ditemui di rumahnya, Sabtu (10/9).

Namun karena usianya yang sudah uzur, dia terpaksa hanya bisa mengandalkan belas kasihan tetangganya agar seluruh keluarganya bisa makan.

Hanya kadang-kadang, anaknya yang laki-laki, Narwan, membantunya mencari kayu bakar di hutan dekat rumah, untuk kemudian dijual ke tetangga.  ''Regine nggih terserah (Harganya ya terserah),'' katanya.

Sedangkan yang perempuan, kadang-kadang juga masih bisa merawat dirinya sendiri, seperti mandi dan mencuci pakaian.

''Angger mboten diewangi tonggo, nggih kulo kalih anak kulo mboten saged dahar (kalau tidak dibantu tetangga, kami sekeluarga ya tidak bisa makan,'' jelasnya.

Seorang tetangganya, Apri (42) mengatakan, kedua anak Sandinem awalnya sehat. Namun sekitar 10 tahun lalu, keduanya mengalami depresi hingga kemudian mengalami sakit jiwa.  

''Sebelum mengalami depresi, kedua anak Sandimen pernah berkeluarga. Namun, setelah bercerai, mereka menjadi seperti ini,'' kata Apri.

Kedua anaknya yang depresi itu, setiap hari hanya melakukan kegiatan mengumpulkan kayu bakar di sekitar rumah. ''Kalau ada tetangga yang membutuhkan, baru nenek Sandinem mendapatkan uang,'' katanya.

Untuk membantu kehidupan nenek Sandinem, tetangganya secara bergiliran datang untuk memberikan sembako maupun uang. ''Ada saja yang datang dan memberi bantuan, karena tetangganya banyak yang prihatin dengan kondisi mereka,'' katanya.

Mengenai tanah yang ditempati nenek Sandinem sekeluarga, Apri mengatakan, tanah yang ditempati Sandinem dan dua anaknya adalah tanah miliknya. Namun dia mengaku sudah merelakan dan tidak meminta imbalan apa pun, karena sudah ditempati puluhan tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement