REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut krisis yang terjadi pada 1998 akibat Indonesia terlalu percaya kepada lembaga pendanaan internasional IMF. Pada saat itu, krisis yang terjadi merupakan krisis gabungan antara ekonomi, politik, dan alam.
"Kalau melihat krisis itu, maka kesalahan kita pada waktu itu adalah kita terlalu percaya pada IMF," kata Kalla saat menghadiri bedah buku "Reinveting Indonesia" di Universitas Indonesia, Jakarta, Rabu (9/9).
Sedangkan, pada tahun 1965, krisis yang terjadi merupakan krisis ekonomi dan politik. JK mengatakan, jika yang terjadi hanya merupakan krisis politik, maka hanya akan berdampak pada gonjang-ganjing pemerintah. Namun, jika krisis ekonomi dan politik terjadi berbarengan maka akan berimbas pada banyak hal.
Lebih lanjut, saat bertemu dengan Direktur Dana Moneter International (IMF) Christine Lagarde beberapa hari yang lalu di Jakarta, Kalla mengatakan IMF memiliki dosa yang besar. Sebab, IMF memberikan solusi menyelesaikan persoalan ekonomi hanya dengan moneter.
"Kemarin saya ketemu Christian Lagarde. Saya bilang anda punya dosa yang tinggi, anda membuat resep yang sama, anda ingin menyelesaikan sesuatu dengan moneter saja. Ingin selesaikan inflasi dengan bunga," kata Kalla.
Hal ini pun menyebabkan Indonesia harus berupaya keras membayar bunga dan mengatasi inflasi. "Padahal bunga itu bagian ongkos, sehingga kalau tinggi bunga maka tinggi inflasi juga tidak bisa selesai. Yang terjadi ya kejar-kejaran, makin tinggi makin susah kita," jelasnya.