REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Musim kemarau yang terjadi sejak empat bulan terakhir, berdampak pada ketinggian muka air Waduk Jatiluhur. Saat ini, tinggi muka air (TMA) waduk terbesar di Jawa Barat dan yang ada di Kabupaten Purwakarta ini, terus menyusut. Sampai hari ini, TMA tercatat sampai 93,61 meter di atas permukaan air laut (mdpl).
Direktur Pengelolaan Air PJT II Jatiluhur, Harry M Sungguh, mengakui, memang TMA Waduk Jatiluhur mengalami penyusutan yang signifikan. Tetapi, kondisi ini statusnya masih cukup aman. Sebab, ketinggian air masih di level 93,61 mdpl.
"Kondisi ini masih aman. Masih jauh dari ambang batas minimum," ujar Harry, kepada Republika, Selasa (8/9).
Meskipun ada penyusutan, kebutuan air untuk irigasi dan air baku PDAM masih tetap tercukupi. Sebab, air yang digelontorkan ke hilir masih cukup besar, yakni sampai 178 meter kubik per detik.
Air tersebut, dialirkan ke Tarum Barat 50 meter kubik per detik. Kemudian, Tarum Timur 62,5 meter kubik per detik. Serta, sisanya 55,3 meter kubik per detik, untuk memenuhi kebutuhan irigasi di Tarum Utara.
Karena itu, kebutuhan untuk irigasi dan air baku masih tercukupi. Terkecuali, sampai akhir tahun ini tak ada hujan, maka harus diwaspadai. Pasalnya, jika tak ada hujan sampai penghujung 2015, maka cadangan air untuk kebutuhan 2016 akan seret.
"Waspadanya di 2016, bila hujan tak kunjung turun sampai akhir tahun nanti," ujarnya.
Sementara itu, Bupati Dedi Mulyadi, mengaku, musim kemarau tahun ini merupakan yang perparah dibanding tahun sebelumnya. Pasalnya, dari 192 desa dan kelurahan mayoritas melaporkan soal krisis air bersih. Bahkan, pemkab telah menghabiskan anggaran Rp 400 juta untuk membeli air bersih ke PDAM.
"Air bersih yang dibeli pemkab itu, langsung didistribusikan ke warga setiap harinya," ujar Dedi.