REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan pengarahan dan kuliah umum kepada peserta program pendidikan singkat dan reguler Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) di Jakarta, Senin (7/9).
Lemhanas menyelenggarakan dua program pendidikan, yakni Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XX dan Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) LIII yang dimulai sejak beberapa bulan lalu.
Dalam kuliah umumnya, Wapres Kalla menyampaikan berbagai hal penting mengenai ketahanan nasional khususnya ketahanan di bidang maritim.
"Ketika kita berbicara tentang maritim, ada perubahan mendasar dalam pikiran kita. Kalau dulu ada pemikiran apa yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Kalimantan, maka sekarang kita harus membalik itu menjadi apa yang mempersatukan Jawa dan Kalimantan. Cara berpikir itu harus menjadi pemahaman bersama, sehingga penting agar kebijakan-kebijakan nasional kita berkembang," kata Wapres Kalla.
Dengan kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar terdiri atas lautan, maka penting bagi seluruh komponen bangsa untuk membangun infrastruktur yang sesuai dengan kondisi kemaritiman.
Salah satunya adalah menciptakan transportasi laut dengan menggunakan kapal besar yang mampu mengangkut puluhan ribu kontainer, sehingga biaya pengirimannya lebih murah.
"Orang suka mengeluh mengangkut barang dari Jepang ke Indonesia lebih murah daripada dari Jakarta ke Papua atau Maluku. Persoalannya, Jepang punya kapal besar yang bisa mengangkut 10.000 kontainer, tapi karena penduduk di Papua sedikit maka digunakan kapal kecil yang biayanya jauh lebih mahal dari kapal besar," jelasnya.
Oleh karena itu, Wapres berharap para peserta PPSA dan PPRA, yang sebagian besar terdiri atas pejabat pembuat kebijakan, untuk dapat memikirkan potensi tanah air dan menciptakan inovasi berdasarkan kemampuan tersebut.
PPSA XX dimulai sejak 11 Mei hingga 5 November dengan diikuti 80 peserta dari anggota TNI, Polri, kementerian, pemerintah daerah, akademisi, partai politik serta organisasi kemasyarakatan.
Sementara PPRA LIII berlangsung selama 7,5 bulan sejak 3 Maret hingga 29 Oktober dengan diikuti 117 peserta dari kalangan yang sama ditambah dari perwakilan negara sahabat, antara lain Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, Timor Leste, Myanmar dan Zimbabwe.