Ahad 06 Sep 2015 12:12 WIB
Polemik DPR temui Trump

MKD: Tak Ada Larangan Pimpinan DPR Hadiri Kampanye Donald Trump

Rep: C14/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua DPR Setya Novanto menghadiri kampanye kandidat capres AS dari Partai Republik, Donald Trump.
Foto: Reuters
Ketua DPR Setya Novanto menghadiri kampanye kandidat capres AS dari Partai Republik, Donald Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kehadiran pimpinan dan sejumlah anggota DPR beserta utusan pemerintah di kampanye capres AS dari Partai Republik Donald Trump berujung polemik. Kendati begitu, ternyata kehadiran rombongan tersebut tidak ada larangan.

Wakil Ketua Majelis Kehormatan Dewan (MKD) Sufmi Dasco Ahmad menuturkan, berdasarkan informasi yang diterimanya, Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengunjungi Amerika Serikat (AS) dalam rangka sidang Inter Parliamentary Union (IPU) di New York, 31 Agustus-2 September.

Seusai agenda IPU, pada Kamis (3/9), para pimpinan DPR itu tidak langsung pulang ke Tanah Air, melainkan menghadiri ajang kampanye politikus Partai Republik Donald Trump. Kendati begitu, Sufmi menilainya semata-mata sebagai kunjungan pribadi mereka selama di AS.

Politikus Partai Gerindra itu menyatakan, tidak bisa dipastikan apakah kunjungan pribadi mereka melanggar kode etik. Sebab, Undang-Undang MD3 tidak mengatur larangan terhadap anggota dewan untuk melakukan kegiatan pribadi di luar agenda resmi yang dibiayai negara.

"Enggak ada larangannya dong. Kemudian memastikan ada pelanggaran etika atau enggak, itu mesti dibahas (oleh MKD)," ucap Sufmi kepada Republika.co.id, Ahad (6/9).

Sufmi menjelaskan, hingga kini belum ada pengaduan yang masuk ke MKD terkait kunjungan pimpinan DPR RI ke kampanye Donald Trump. Meski demikian, sejumlah fraksi diakuinya sudah menyebutkan besok (6/9) akan mendatangi MKD.

MKD sendiri mengikuti aturan UU MD3 dalam menilai setiap dugaan pelanggaran etik anggota dewan. Temuan yang dilaporkan pun, jelas Sufmi, akan ditelaah dalam rapat internal MKD. Demikian halnya dengan polemik hadirnya pimpinan DPR di ajang kampanye Pilpres negara asing.

"Tapi kita terlalu dini kalau ngomong, sebagai bagian dari MKD, untuk menyimpulkan ada pelanggaran etika atau tidak," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement