Sabtu 05 Sep 2015 01:30 WIB

Kejagung tak akan Hentikan Kasus Pemalsuan Dokumen Abraham Samad

Rep: Issha Harruma/ Red: Bayu Hermawan
Jaksa Agung HM Prasetyo
Foto: Antara/Ismar Patrizki
Jaksa Agung HM Prasetyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Agung M Prasetyo memastikan berkas perkara pemalsuan dokumen yang menjerat Ketua KPK nonaktif Abraham Samad sudah lengkap alias P21. Ia pun menegaskan tidak ada deponering atau pemberhentian perkara untuk kasus tersebut.

"Itu memerlukan pertimbangan yang tidak mudah, kita lihat nanti sejauh mana. Deponering hanya untuk kepentingan umum," kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jumat (4/9).

Prasetyo menjelaskan, setelah disimpulkan lengkap maka kasus tersebut akan segera disidangkan. Namun, sebelumnya dilakukan tahap dua terlebih dahulu atau penyerahan tersangka dan barang bukti dari penyidik Polri kepada kejaksaan.

"Sebulan harus sudah diserahkan kemari (kejaksaan) dan kita pelajari lagi rencana dakwaan untuk diserahkan ke pengadilan," ujarnya.

Seperti diketahui, berkas perkara dugaan kasus pemalsuan dokumen yang menyeret Ketua KPK nonaktif Abraham Samad dinyatakan lengkap alias P21 oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.

"Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan menyebutkan berkas perkara Abraham Samad sudah P21 sejak kemarin lusa. Ternyata P21-nya sejak 31 Agustus," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Tony T Spontana di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, (2/8).

Polda Sulselbar pada 9 Februari 2015 menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana Pemalsuan Surat atau tindak pidana Administrasi Kependudukan.

Penetapan tersangka itu berdasarkan laporan Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat yang juga menjadi tersangka pemalsuan dokumen paspor.

Saat mengajukan permohonan pembuatan paspor pada 2007, Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam kartu keluarga Abraham Samad yang beralamat di Boulevar, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar.

Sangkaan yang ditujukan kepada Abraham adalah masalah kecil yang hanya terkait pemalsuan surat tindak pidana administrasi kependudukan berdasarkan pasal 264 ayat (1) subs pasal 266 ayat (1) KUHPidana atau pasal 93 Undang-undang RI No 23 tahun 2006 yang telah diperbaharusi dengan UU No 24 tahun 2013 tentang kependudukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement