REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Nomor 56/Permen-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia yang ditandatangani Menteri Susi Pudjiastuti berlaku mulai 3 November 2014 hingga 31 Oktober 2015. Peraturan tersebut menyatakan, moratorium berlaku untuk kapal yang pembuatannya dilakukan di luar negeri dengan kapasitas diatas 30 gross tonnage (GT).
Aturan tersebut diperketat dengan pelarangan transshipment yang diberlakukan pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/Permen-KP/2014. Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI),Yulian Paonganan menyatakan, pelarangan tersebut berimbas pada aktivitas kapal-kapal tangkap milik para pengusaha nasional.
"Harusnya Menteri Susi jangan pukul rata. Regulasi itu tidak sinergis dengan kementerian teknis lainnya untuk mengatasi dampak dari pemberlakukan moratorium," kata Ongen, sapaan akrabnya, di Jakarta, Jumat (3/9). "Kapal di Indonesia banyak dan alat tangkapnya juga banyak, namun tidak bisa disamaratakan begitu saja, karena fleet 30 GT itu hanya 3,7 persen yang terdaftar. Apa masih relevan moratorium tersebut?"
Menurut dia, akibat moratorium pengusaha nasional banyak yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Ongen berpendapat, sasaran penerbitan moratorium tersebut tidak jelas dan sumir. Dia pun mempertanyakan kepentingan di balik itu.
"Seperti gelap mata dalam membuat moratorium tersebut. Jika moratorium itu efektif, berapa PNBP yang sudah dihasilkan kementeriannya di tahun ini. Apakah sudah sesuai target? Atau makin menurun dari tahun sebelumnya," ujar Ongen.
Seharusnya, kata dia, Menteri Susi berkomunikasi dengan pengusaha nasional, nelayan lokal, persiapan fasilitas penangkapan dan regulasi. Sayangnya, ia menilai, persiapkan itu dilakukan Susi.
"Ego sektoral atas penerbitan moratorium ini sangat jelas. Apakah ikan-ikan hasil tangkapan nelayan saat ini masih laku di luar negeri? Patut digarisbawahi, imbas moratorium ini sangat besar. Begitu juga ketentuan wilayah operasional nelayan tradisional yang hanya 12 mil juga membuat nelayan menangkap ikan saat ini relatif berkurang," tuturnya.