Jumat 04 Sep 2015 08:04 WIB

MTI: Dasar Pengadaan Kereta Cepat Harus Jelas

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
?Miniatur kereta cepat diperlihatkan dalam Pameran China High Speed Railway On fast Track di Senayan City, Jakarta, Kamis (13/8).  (Republika/Tahta Aidilla)k
?Miniatur kereta cepat diperlihatkan dalam Pameran China High Speed Railway On fast Track di Senayan City, Jakarta, Kamis (13/8). (Republika/Tahta Aidilla)k

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia harus membuat pernyataan kebijakan yang jelas apakah investasi kereta cepat ini diperlukan. Apakah itu berbasis visi presiden, analisis makro ekonomi jangka panjang, atau berdasarkan ketersediaan fiskal pemerintah.

"Poyek tersebut adalah milik pemerintah, bukan BUMN apalagi milik negara-negara donor yang akan membiayai proyek ini," kata Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit.

Menurutnya, keputusan investasi harus menjadi pertimbangan utama, baru keputusan pembiayaan dan selanjutnya keputusan pengadaan.

"Saat ini yang dipertarungkan hanya sebatas keputusan pengadaan dan pembiayaan, sedangkan untuk keputusan investasi belum tampak adanya kepastian dan cenderung berada dalam situasi yang gamang," jelasnya.

Sebagai catatan, hampir semua negara membuat keputusan pembangunan kereta cepat sebagai instrumen transformasi ekonomi nasional, bukan semata-mata mengangkut penumpang dari satu tempat ke tempat yang lain.

Sebab kalau hanya ingin mengangkut penumpang dalam jumlah masal dan biaya lebih murah, pemerintah bisa menggunakan sistem lain yang lebih tepat.

Dalam kondisi krisis ekonomi dan finansial global saat ini, belanja infrastruktur dan dorongan proyek besar akan membantu pemerintah mengelola pembangunan, menjaga pertumbuhan dan pemerataan terjaga.

Namun demikian, membangun infrastruktur merupakan investasi jangka panjang yang memiliki implikasi finansial bagi masyarakat dan dampak kewajiban fiskal bagi pemerintah lebih panjang dari masa jabatan presiden.

"Oleh karena itu pertimbangan seksama dan dukungan seluruh pemangku kepentingan harus menjadi dasar pembuatan keputusan dan komitmen jangka panjang nasional," katanya.

Setiap penambahan pasokan angkutan umum baik yang untuk kebutuhan masal berbiaya murah, maupun yang sifatnya premium dan berorientasi bisnis, akan selalu lebih diutamakan dibandingkan dengan memfasilitasi kendaraan pribadi melalui jalan raya atau tol.

Perlu diingat bahwa setiap penggunaan kendaraan pribadi akan memiliki implikasi subsidi dan biaya publik berupa anggaran pembangunan dan pemeliharaan jalan.

Ia mengatakan setiap proyek infrastruktur harus merupakan proyek pemerintah. Swasta dan negara donor hanya bertugas membantu pemerintah. Dengan demikian tidak akan ada proyek tanpa dukungan APBN.

"Apabila proyek mengalami default maka last resort nya pun adalah pemerintah, oleh karena itu kepemilikan dan kepemimpinan pemerintah sangatlah dibutuhkan," ujar Danang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement