REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI — Sejumlah pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) di Kabupaten Sukabumi mulai terkena imbas pelemahan nilai rupiah. Khususnya, dialami para pelaku UKM yang berbasis bahan impor dari negara lain.
"Sebagian UKM memang terkena pengaruh pelemahan rupiah,’’ ujar Kepala Bidang UKM Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan, dan Pasar (Diskoperindagsar) Kabupaten Sukabumi Agus Ernawan kepada Republika, Kamis (3/9).
Contohnya UKM yang bergerak pada pembuatan tahu tempe. Di mana, bahan baku kacang kedelai masih mengandalkan pada pasokan impor. Akibatnya, para perajin tempe kini mulai merasakan dampak pelemahan rupiah berupa naiknya harga kedelai.
Namun, hingga kini belum ada laporan pengrajin tempe yang gulung tikar akibat mahalnya harga kedelai. Selain UKM pengrajin tempe kata Agus, pelaku usaha di bidang kuliner juga turut terkena imbas pelemahan rupiah.
Hal ini misalnya dikarenakan harga daging sapi yang masih tinggi di pasaran. Saat ini lanjut Agus, pemkab belum merencanakan bantuan terhadap UKM yang terkena imbas pelamahan rupiah.
"Kita menunggu arahan dari pemerintah pusat,’’ ujar dia. Data Diskoperindagsar Kabupaten Sukabumi menyebutkan, jumlah UKM di Sukabumi mencapai sebanyak 27 ribu. Mayoritas UKM tersebut begerak pada bidang makanan dan minuman.
Manajer Koperasi Pengrajin Tahu dan Tempe Indonesia (Kopti) Kota Sukabumi, Muhammad Badar mengatakan, naiknya harga kedelai dinilai masih terjangkau oleh para perajin. Saat ini harga kedelai naik dari Rp 6.800 per kilogram menjadi Rp 7.500 per kilogram.
"Pada 2013 lalu, harga kedelai sempat menembus Rp 9.600 per kilogram,’’ ujar Badar. Sehingga harga kedelai saat ini masih belum berpengaruh besar pada perajin tahu tempe.