REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota dewan dari Fraksi PDI Perjuangan Masinton Pasaribu kembali menyinggung soal upaya pencopotan Kepala Bareskrim Budi Waseso (Buwas). Menurut dia, hal itu dilakukan oleh Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan untuk melemahkan pemberantasan korupsi yang membidik Dirut PT Pelindo II (Persero) RJ Lino.
"Ada apa Luhut memengaruhi Presiden untuk mencopot Budi Waseso? Kan pangkal isunya di situ, di Luhut,” ucap Masinton Pasaribu dalam diskusi di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (3/9).
Masinton juga menilai, ada penyesatan opini yang menyatakan, Bareskrim Polri tengah membuat gaduh sehingga perekonomian nasional kian tak stabil. Dia menilai, justru apa yang dilakukan Menko Luhut merusak tatanan penegakan hukum, khususnya kinerja institusi kepolisian.
"Bukan kita membela institusi-institusi. Jangan sampai terjebak, hanya membela KPK dengan tameng pemberantasan korupsi. Karena apa pun, rencana pencopotan Komjen Buwas ini sudah menimbulkan kegaduhan sendiri,” katanya.
Sebelumnya, penyidik Bareskrim Polri menduga telah terjadi proses tender yang tak sesuai prosedur di PT Pelindo II. Pada 2012, perusahaan tersebut membeli 10 mobile crane senilai Rp 45 miliar. Kantor PT Pelindo II di Tanjung Priok, Jakarta, juga sempat digeledah penyidik.
Terkait penggeledahan itu, RJ Lino mengadu ke Kepala Bappenas Sofyan Djalil. Dia bahkan sempat mengancam akan mengundurkan diri bila pengaduannya tak diindahkan. Tidak cukup itu, Menteri BUMN Rini Soemarno bahkan 'membela' RJ Lino dan mengeluhkan tindakan Bareskrim yang dinilai bisa merembet ke BUMN lain.
Maka dari itu, lanjut Masinton, pengaruh yang demikian kuat lantaran banyak petinggi negara yang ditaja oleh RJ Lino. "Ya apalagi kalau bukan setoran? Gamblang aja ini. Apalagi kalau bukan ada praktik kolusi dan korupsi di sana? Ada mafia di sana. Itulah yang membuat dia (RJ Lino) kuat,” ucap dia.
Masinton selanjutnya menyimpulkan, kasus mobile crane hanyalah awal dari kasus-kasus lain yang diduga akan kian menjerat RJ Lino. Bayangkan, kata dia, satu pelabuhan Tanjung Priok saja berpotensi merugikan puluhan miliar rupiah. Apalagi bila ditelusuri di pelabuhan-pelabuhan lain se-Indonesia.
"Malah menyuruh mundur Buwas. Crane hanya pintu masuk," katanya.