REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menghadiri panggilan pemeriksaan Tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor terkait kasus dugaan korupsi lahan pasar Jambu Dua sebesar Rp 43,1 M, Kamis (3/9).
Pemeriksaan Ketua DPP PAN itu berlangsung selama sekitar dua jam, sejak pukul delapan hingga sepuluh pagi. Bima datang dengan berjalan kaki dari kantornya di Balai Kota Bogor, yang tak jauh dari gedung Kejari. Usai diperiksa, Bima memberikan keterangan kepada wartawan bahwa kapasitasnya dalam pemeriksaan kali ini hanya sebagai saksi.
"Tadi saya diminta penjelasan keterangan terkait dengan kasus pembebasan tanah di Jambu Dua. Ya kira-kira 30 pertanyaan," katanya.
Pertanyaan yang dilontarkan, ujar Bima, adalah mengenai prosedur pembebasan lahan yang terletak di Pasar Jambu Dua. Lahan milik Angka Widjaya atau Angka Hong itu rencananya akan digunakan untuk relokasi pedagang kaki lima (PKL) MA Salmun.
Akan tetapi, Bima enggan menyebutkan detail pemeriksaan dan berdalih hal itu merupakan kewenangan penyidik. Ia menuturkan pertanyaan yang diberikan semata untuk mengklarifikasi, memverifikasi, serta mencocokkan perihal penanganan kasus.
"Ya sebagai warga negara tidak ada yang lebih tinggi dari hukum. Semua sama di hadapan hukum, jadi saya datang ke sini sebagai pemimpin yang harus memberikan contoh harus taat pada hukum," tutur Bima.
Ia menyatakan, kebijakan pembebasan lahan untuk relokasi PKL merupakan kebijakan yang berbasis pada kepentingan umum. Kalaupun ada prosedur yang dianggap menyalahi ketentuan, ucapnya, kini sedang diselidiki oleh pihak Kejari.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Bogor Usmar Hariman juga telah menjalani pemeriksaan pada Selasa, (1/9). Usmar diperiksa lebih lama, yakni sekitar lima jam. Usmar diketahui juga mendapatkan 30 pertanyaan terkait keterlibatannya dalam pembelian lahan 7.200 meter persegi milik Angka Hong yang menghabiskan dana APBD sebesar 43,1 miliar.
Dugaan kecurangan disinyalir terletak pada adanya mark up harga lahan tersebut. Harga tanah per meter mencapai 6 juta sehingga Pemkot Bogor diharuskan membayar total sebesar Rp 43,1 miliar.
Aksi mark up tersebut diduga dilakukan oleh oknum pejabat Pemkot Bogor dengan pemilik lahan. Lebih dari 40 orang yang masih berstatus saksi sudah dimintai keterangan namun hingga saat ini belum ada yang dijadikan tersangka.