Rabu 02 Sep 2015 22:45 WIB

ADB dan Bank Dunia akan Kucurkan Pinjaman Infrastruktur

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Karta Raharja Ucu
Jusuf Kalla
Foto: ROL
Jusuf Kalla

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofyan Wanandi mengatakan pemerintah akan mengajukan pinjaman kepada Asian Development Bank (ADB) dan World Bank. Dana pinjaman tersebut akan digunakan untuk proyek infrastruktur.

"Ini sebenarnya utang-utang yang sudah komitmen lama, tapi dia ada unsur-unsur baru ADB untuk membantu kita lebih banyak, ada usul-usul dia dalam beberapa proyek yang ada, termasuk misalnya lima miliar dolar AS, dari World Bank juga dengan proyek-proyeknya mereka akan kasih kita 11 miliar dolar AS," kata Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (2/9).

Lebih lanjut, Sofyan mengatakan proyek tersebut masuk daftar prioritas dalam bluebook Bappenas. Ia menegaskan, dana pinjaman tersebut merupakan pinjaman jangka panjang yang rata-rata mencapai 30 tahun dengan bunga ringan.

"Saya pikir mereka bunganya rata-rata satu sampai tiga persen (ADB), kalau World Bank satu persen untuk 30 tahun, gross rate 10 tahun," kata dia.

 

Pemerintah pun, kata Sofyan, akan menyetujui nilai dana pinjaman baik dari ADB yang sebesar lima miliar dolar AS dan World Bank yang sebesar 11 miliar dolar AS. Sebelumnya, Presiden‎ Jokowi saat memberikan sambutan dalam Konferensi Asia Afrika, mengatakan anggapan persoalan ekonomi hanya dapat diselesaikan lembaga pendanaan dunia, seperti IMF, World Bank, dan ADB, sudah usang dan perlu dibuang.

Menanggapi hal itu, Sofyan pun menilai pemerintah tak bisa terlepas dari utang. Sebab, sambung dia, seluruh negara di dunia, termasuk Cina, memiliki utang.

"Ga bisa (tanpa utang). Karena di dunia semua ada utang, Cina juga utang. Uangnya banyak tapi dia juga utang karena utang itu lebih murah daripada kita punya duit. Lu (Anda) bungakan uang di SBI 7,5 persen lu (Anda) dapat satu persen," jelas Sofyan.

Menurut Sofyan, pernyataan Jokowi saat itu merupakan pernyataan nasionalisme. Namun, secara prakteknya, pemerintah masih membutuhkan pinjaman sebagai pelengkap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement