REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Sejak sepekan terakhir, harga beras di sejumlah pasar tradisional di Purwakarta, Jabar, naik. Kenaikannya antara Rp 500 -1.000 per kilogram. Naiknya harga beras ini, disebabkan kekeringan di daerah sentra beras. Kekeringan ini, berdampak pada naiknya harga gabah di kalangan petani.
Dayat (55 tahun), pemilik PD Beras Jembar Pasar Rebo, Purwakarta, mengatakan, saat ini stok beras di gudangnya cukup melimpah. Akan tetapi, harganya naik. Kondisi itu, akibat mahalnya harga gabah di tingkat petani.
"Setelah di cek ke lapangan, harga gabah naik akibat kekeringan yang melanda petani," ujarnya, kepada Republika, Rabu (2/9).
Dengan naiknya harga gabah, otomatis harga beras juga mengikutinya. Saat ini, harga beras termurah di kiosnya mencapai Rp 9.000 per kilogram. Padahal, sebelum naik harga beras termurah hanya Rp 8.500 per kilogram.
Untuk beras premium atau yang termahal, saat ini Rp 11 ribu per kilogram. Padahal, sebelumnya hanya Rp 10 ribu per kilogram. Adapun stok beras saat ini, mencapai 10 ton. "Meskipun mahal, pembeli tidak perlu khawatir, karena stok berasnya sangat banyak," ujarnya.
Menurut Dayat, harga beras ini diprediksi akan terus naik. Seiring, belum berakhirnya musim kemarau. Karena, saat ini banyak petani yang tanam padi. Akan tetapi, karena kekeringan tanaman tersebut gagal. Gagal tanam atau gagal panen ini, tentunya akan mendongkrak harga gabah menjadi mahal lagi.
Sementara itu, Haryati (33 tahun), ibu rumah tangga asal Gg Flamboyan, Kelurahan Nagri Kaler, mengaku, kondisi ekonomi saat ini serba sulit. Bahan pokok banyak yang naik. Sedangkan, penghasilan suaminya hanya segitu-segitu saja. "Semua serba mahal, beras, sayuran, daging, daging ayam. Jadi, pusing mengatur pengeluaran," ujarnya.
Seharusnya, pemerintah segera turun tangan untuk mengintervensi kenaikan harga bahan pangan ini. Terutama beras. Karena, bila harga beras naik, maka harga kebutuhan pokok lainnya akan ikut naik.