Selasa 01 Sep 2015 14:06 WIB

Pilkada di Jabar dan Sulteng Paling Rawan Politik Uang

Ribuan relawan anti politik uang di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Kamis (26/6).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ribuan relawan anti politik uang di Parkir Timur Senayan, Jakarta, Kamis (26/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak di Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Tengah rawan diliputi praktik politik uang. Hal itu diutarakan Bawaslu berdasarkan hasil pemetaan Indeks Kerawanan Pemilu 2015 yang dilakukan Bawaslu.

"Praktik politik uang bisa dikemas dengan beragam modus. Berdasarkan hasil temuan, Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Tengah rawan politik uang," kata Komisioner Bawaslu Daniel Zuhron dalam acara peluncuran dan diskusi Indeks Kerawanan Pemilu di Jakarta, Selasa (1/9).

Daniel mengatakan kedekatan figur calon kepala daerah yang berdekatan dengan pemilih juga membuat kemungkinan politik uang kian masif, termasuk pula faktor banyaknya jumlah penduduk miskin pada suatu daerah.

Bawaslu menyatakan Data Indeks Kerawanan Pemilu 2015 diperoleh melalui hasil pengawasan yang selama ini dilakukan, serta dari data Badan Pusat Statistik, data Potensi Desa (Podes), data KPU dan data Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Dalam hal ini Bawaslu mengklasifikasi Indeks Kerawanan Pemilu dalam beberapa poin antara lain 0-1 (sangat aman) 1-2 (aman) 2,1-3 (cukup rawan) 3,1-4 (rawan) 4,1-5 (sangat rawan).

Dalam hal praktik politik uang, Provinsi Sulawesi Tengah dan Jawa Barat masing-masing memperoleh poin 3,5 dan 3,3 atau masuk kategori rawan. Sementara Provinsi Banten, Kalimantan Utara dan Nusa Tenggara Barat ketiganya memiliki poin 3,0 atau masuk kategori cukup rawan terjadinya politik uang.

Sementara itu provinsi yang aman dari politik uang antara lain Bali (1,6 poin), Kalimantan Selatan (1,9), Kalimantan Timur (1,7), Kepulauan Bangka Belitung (1,4), Lampung (1,6), Maluku Utara (1,7), Papua Barat (1,7), dan Riau (1,9).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement