Senin 24 Aug 2015 22:33 WIB

Dahnil Simanjuntak: Pelemahan Rupiah Jangan Dianggap Remeh

dahnil
Foto: rakhmawati la'lang
dahnil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pelemahan rupiah terhadap dollar diprediksi terus berlanjut lebih dari Rp 14.000 per US Dollar. Otoritas Fiskal khususnya pemerintah tidak bisa menganggap remeh dengan konstelasi rupiah saat ini.

Pasalnya, ancaman PHK karena pabrik-pabrik tidak mampu lagi berproduksi mulai sangat terasa, mengingat hampir lebih 75 persen bahan baku industri domestik Indonesia tergantung dengan impor. Maka, pelemahan rupiah menyebabkan pukulan luar biasa bagi industri dalam negeri. "Bahkan untuk mendorong ekspor pun sulit, padahal pelemahan rupiah bisa menjadi kesempatan baik untuk ekspansi ekspor tapi apa mau dinyana produk-produk yang kita ekspor pun tergantung bahan bakunya dengan impor jadi kita impor bahan baku, belum lagi harga komoditas seperti CP0 justru mengalami penurunan drastis," kata pengamat kebijakan publik, Dahnil Anzar Simanjuntak, dalam keterangan persnya, Senin (24/8).

Di sisi, lanjut dia, aturan pelarangan impor mineral mentah juga menjadi hambatan ekspansi ekspor. Selain itu kebijakan substitusi impor tidak pernah dimulai oleh pemerintah untuk menghindari terulang kondisi pelemahan rupiah seperti saat ini yang berdampak pada industri dalam negeri. "Jadi, bila ada anggota kabinet atau presiden yang menyebut kondisi ekonomi Indonesia saat ini baik-baik saja dan sudah di track yang benar, saya kira keliru, otoritas fiskal yakni pemerintah harus segera mendisain kebijakan jangka panjang berkaitan dengan ketergantungan Indonesia terhadap impor," ujar pengamat kebijakan publik dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten ini.

Menurutnya, substitusi impor melalui penguatan sektor pertanian dan industri lokal yang berbasis bahan baku lokal harus dimulai untuk kepentingan jangka panjang. "Sementara ini dalam jangka pendek harapan kita hanya bisa tumpukan kepada otoritas moneter untuk mengendalikan pelemahan rupiah yang terus berlanjut, juga berharap pada faktor eksternal seperti devaluasi yuan dan suku bunga The Fed.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement