REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Prof Dr Bambang Pranowo menyatakan, mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang rentan terpengaruh propaganda kelompok radikal "Islamic State of Iraq and Syria" (ISIS).
"Apalagi kalau kondisi orang itu sedang gelisah, pikirannya penuh dengan kebuntuan dan melihat kondisi saat ini dirasa tidak ideal bagi dia, maka mereka sangat rentan dengan propaganda ISIS," ujar Bambang di Jakarta, Senin (24/8).
Bambang mengakui, propaganda kelompok ISIS memang menarik, meski praktiknya banyak terjadi penyimpangan. Di sisi lain, mahasiswa haus akan informasi dan ilmu sehingga sumber bacaan apa pun bisa menjadi referensi, termasuk dari internet.
Menurut dia, salah satu pencegahan yang efektif adalah penguatan paham Islam moderat seperti Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Di samping itu, pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus meneruskan program pencegahan paham ISIS. Tidak hanya di kalangan mahasiswa, tetapi juga di seluruh lapisan masyarakat.
Sementara itu, pakar komunikasi politik Universitas Brawijaya Malang Anang Sujoko berpendapat orang tua dan sekolah berperan vital melindungi mahasiswa dan pelajar dari propaganda kelompok militan ISIS.
"Mereka harus bersinergi menanamkan ajaran agama yang benar sehingga para mahasiswa dan pelajar memiliki dasar kuat membendung paham-paham negatif," papar dia.
Menurut dia, kini para mahasiswa dan pelajar kritis dalam segala hal, termasuk moral keagamaan. Ini karena mereka selalu mencari sumber baru, misalnya, dari internet.
"Di sini orang tua secara psikologis harus bisa memberikan spiritual basic, sementara sekolah memperdalam melalui program yang disesuaikan dengan kegiatan belajar," ujarnya.
Anang mencontohkan, sekolah bisa menerapkan pengawasan berupa kajian yang bersifat rutin dan berkelanjutan. Artinya, harus ada kemauan dari sekolah menjalankan program itu demi melindungi mahasiswa dari pengaruh paham negatif, termasuk propaganda ISIS.
"ISIS itu mempunyai silent operation. Salah satu sarana paling mudah untuk menjangkau sasarannya di seluruh dunia melalui media berbasis internet," tutur dia.
Anang menepis anggapan bahwa mahasiswa yang tertarik bergabung dengan ISIS karena faktor ekonomi.
"Saya kira bukan karena faktor ekonomi, tapi karena faktor kekeringan spiritual. Bisa saja akibat pemahaman jihad yang salah atau lainnya," ujar dia.