REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Serikat Pekerja Jakarta International Container Terminal (JICT) melaporkan Dirut Pelindo II RJ Lino atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik sekaligus perbuatan pidana yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektornik (UU ITE).
"SP JICT menjadi korban atas serangkaian dugaan tindak pidana oleh RJL tersebut secara sistematis dengan konten perkataan yang sangat tendensius, sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang Direksi BUMN yang notabene adalah pelayan publik," ujar Ketua Serikat JICT Nova Sofyan di Bareskim Mabes Polri, Jakarta, Senin (24/8).
Dia menyebutkan bahwa SP JICT telah menugaskan pengacara Malik Bawazier untuk memantau proses pelaporan tersebut selanjutnya.
Pelaporan tersebut bermula dari upaya JICT mengirimkan somasi ke PT Pelindo II, Kementerian BUMN, dan Kementerian Perhubungan terkait pemberian perpanjangan konsesi kepada Hutchison Port Holdings (HPH).
Menurut Firmansyah, keputusan tersebut berpotensi merugikan negara dan berindikasi melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Namun, sampai kini, pihaknya belum memperoleh tanggapan.
Lalu, RJ Lino menanggapi upaya tersebut dengan sejumlah pernyataan pada media massa.
“Mereka sekarang ini lagi diproses hukum semua. Dan kalau (sabotase) aset negara terbukti, itu hukumannya 20 tahun. Makanya, mereka cari-cari cara,” kata Lino saat ditemui seusai rapat koordinasi soal dwelling time di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Kamis (6/8).
Kemudian, Lino mengatakan untuk tidak menjadikan serikat pekerja sebagai pahlawan yang nasionalis. “Pers itu harus bantu masyarakat banyak. Bukannya bandit-bandit itu dibantu. Gimana? Saya begitu lihat di koran, lho bagaimana sih ini?” ujar Lino sambil berlalu.
Tak ayal, pernyataan tersebut membuat suasana hingga kini memanas antara kedua pihak.
“Seharusnya RJ Lino selaku seorang pelayan publik dapat mengerti adanya prinsip kehati-hatian dalam ruang publik. SP JICT mengingatkan kemerdekaan dalam berserikat, menyampaikan pendapat adalah merupakan hak asasi, hak mendasar yang dijamin oleh konstitusi dan perundang-undangan," tambah Nova.