REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, keberadaan terminal Bandara Blimbingsari Banyuwangi yang berkonsep green airport, jika sudah beroperasi akan mendongkrak jumlah wisatawan.
"Perkembangan jumlah penumpang di bandara kami juga semakin meningkat," ujarnya di Jakarta, Jumat (22/8).
Pembangunan terminal Bandara Blimbingsari Banyuwangi yang berkonsep green airport sendiri ditargetkan rampung pada akhir tahun ini dan mulai dioperasionalkan pada Maret 2016.
Pembangunan terminal bandara Blimbingsari, lanjutnya, dibangun dengan konsep green building yang memanfaatkan energi alami seperti memanfaatkan pencahayaan matahari sebagai penerang ruangan di siang hari.
Nantinya, ia katakan, terminal yang diarsiteki Andra Matin didesain tanpa AC, kecuali di ruangan tertentu. Ia menambahkan, aliran air juga ikut membantu menyejukkan udara.
"Hanya 25 persen ruangan yang memanfaatkan AC. Sirkulasi udara diatur dengan kisi-kisi dan lebih banyak ruang terbuka," katanya.
Anas berkaca dari Bandara Samui di Thailand yang juga berkonsep green airport. Di Pulau Samui tersebut, kata dia, lebih dari 3 ribu turis per hari datang dengan jumlah 36 penerbangan per hari.
Sedangkan di Bandara Banyuwangi sendiri, pada 2011, jumlah penumpang baru mencapai ribu orang, lalu meningkat menjadi 24 ribu orang pada 2012, dan melonjak menjadi 44 ribu pada 2013. Angka itu, sambungnya, terus melonjak menjadi 87 ribu orang pada 2014. Sedangkan, sampai Juni 2015 sudah 60 ribu orang.
"Kenaikan jumlah penumpang 1,142 persen dari 2011 ke 2014. Ini setelah kami promosi wisata. Nah setelah green airport itu nanti beroperasi dan menjadi landmark, pasti wisatawan akan melonjak drastis," jelasnya.
Dengan bandara hijau, ia mengaku ingin lebih hemat. Saat bandara daerah lain butuh dana Rp 300 miliar untuk bangun bandara, Banyuwangi cukup sekitar Rp 40 miliar, dan dari segi pemeliharaannya juga lebih murah.
Anas menambahkan, selain konsep hijau, arsitektur Bandara Blimbingsari Banyuwangi juga mengadopsi kearifan lokal, yaitu arsitektur khas Suku Osing, masyarakat asli Banyuwangi. Atap bandara juga mengadopsi penutup kepala khas masyarakat Suku Osing.
"Kami juga mengakomodasi budaya masyarakat, jadi nanti pengantar tidak bergerombol di terminal, tapi ada ruang khusus untuk para pengantar," tegasnya.