Rabu 19 Aug 2015 18:53 WIB
Kasus Pencabulan Anak di Surabaya

Dianggap Kooperatif, Tersangka Sodomi Hanya Wajib Lapor

Rep: Andi Nurroni/ Red: Endro Yuwanto
Pencabulan (ilustrasi)
Foto: bhasafm.com
Pencabulan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kasus kekerasan terhadap anak kembali terjadi di Surabaya. P (14 tahun) menjadi korban sodomi kekasih ibu kandungnya lebih dari 50 kali selama enam bulan. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka pada awal Juni 2015 lalu, Polrestabes Surabaya hanya memberlakukan wajib lapor kepada TB (43), sang pelaku. Kondisi tersebut disesalkan pihak keluarga.

Dikonfirmasi soal perkembangan kasus tersebut, Wakil Satreskrim Polrestabes Surabaya Kompol Manang Soebekti menyampaikan, pihaknya saat ini masih melakukan penyidikan. ''Bukti-bukti sudah ada, masih kami lengkapi. Ini masih dalam proses pemeriksaan,'' ujar Manang di Mapolrestabes Surabaya, Selasa (18/8).

Meski begitu, Manang mengaku tidak bisa merinci bukti-bukti apa saja yang sudah terkumpul. ''Tidak bisa kami sampaikan untuk umum. Itu konsumsi penyidik untuk di pengadilan nanti,'' ujar dia.

Jika tersangka terbukti melanggar, berdasarkan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, menurut Manang, tersangka terancam hukuman kurungan lebih dari lima tahun.

Ketua Divisi Data dan Riset Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur Isa Ansori turut menyesalkan penanganan pihak kepolisian yang terkesan lambat dalam kasus sodomi terhadap P. Meski begitu, Isa mengaku tidak terkejut dengan keadaan tersebut.

Menurut Isa, selama ini aparat kepolisian sering mengaku terhambat dengan kurangnya alat bukti dalam penanganan kasus pencabulan terhadap anak. Menurut Isa, pada umumnya, memang pencabulan terjadi tanpa adanya saksi, karena hanya melibatkan pelaku dan korban.

Hal itu, menurut Isa, harus menjadi pertimbangan tersendiri bagi pihak kepolisian. Jika penanganan kasus pencabulan anak masih seperti ini, lanjut dia, maka masyarakat kehilangan kepercayaan. ''Mereka yang melapor akan kecewa. Seharusnya mereka yang melapor diapresiasi, karena kasus seperti ini sendiri kan masih dianggap memalukan di tengah masyarakat,'' jelas Isa, Rabu (19/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement