Senin 17 Aug 2015 10:14 WIB

15 Ribu Keluarga Krisis Air Bersih

Rep: c10/ Red: Agus Yulianto
Musim kemarau panjang sebabkan krisis air bersih di sejumlah wilayah di Tanah Air.
Foto: Republika/Bowo S Pribadi
Musim kemarau panjang sebabkan krisis air bersih di sejumlah wilayah di Tanah Air.

REPUBLIKA.CO.ID, PANGANDARAN – Musim kemarau yang berdampak pada kekeringan di sejumlah sumber mata air di Kabupaten Pangandaran, saat ini, masih berlangsung. Dampaknya, 15 ribu keluarga di mengalami krisis air bersih.

Berdasarkan laporan yang diterima Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pangandaran, saat ini, ada sebanyak 163 titik rawan krisis air bersih. Namun, untuk menanggulangi krisis air besih masih dilakukan secara masing-masing oleh masyarakat.

Kepala Seksi Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Pangandaran, Arif Wijaya mengatakan, 163 titik rawan krisis air bersih merupakan data sementara yang diterima BPBD. Masih banyak laporan krisis air bersih yang belum masuk ke BPBD.

Artinya, kata dia, masih banyak titik rawan krisis air bersih di wilayah Pangandaran. “Berdasarkan data yang ada di BPBD sebanyak 15 ribu kepala keluarga berada di zona rawan krisis air bersih,”  kata Arif kepada Republika Online, Senin (17/8).

Arif mengungkapkan, sekarang penanggulangan krisis air bersih masih dilakukan masing-masing oleh warga. Sebab, kondisinya saat ini masyarakat masih bisa memanfaatkan sumber mata air meski debit airnya menurun.

Sementara, wilayah yang paling parah terkena dampak kekeringan ada di sekitar wilayah Cigugur, Langkaplancar dan Cimerak. Berdasarkan Catatan BPBD sampai Rabu (12/8), di Kecamatan Langkaplancar terdapat 60 titik rawan krisis air bersih. Ada sebanyak 6.523 kepala keluarga yang tinggal di zona rawan krisis air bersih. Kemudian, di Kecamatan Cigugur terdapat 59 titik rawan dan sebanyak 6.700 kepala keluarga tinggal di zona titik rawan.

Menurut Arif, warga harus berjalan sekitar 500 meter untuk mendapatkan air bersih. Sebab jarak dari pemukiman ke sumber mata air cukup jauh. Bahkan yang paling jauh, menurutnya ada warga yang harus berjalan sejauh 1 km lebih untuk mendapatkan air bersih.“Kondisinya, saat ini, debit air yang terdapat pada mata air menurun,” katanya.

Menurut Arif, hal tersebut bisa terjadi karena kedaan hutan yang gundul. Sebab ada beberapa titik hutan gundul di wilayah Pangandaran, tapi BPBD belum mempunyai data lengkapnya. “Bagaimana pun kondisi hutan gundul berpengaruh pada penyerapan air di daerah hulu,” ujar Arif.

Arif menambahkan, saat ini BPBD Kabupaten Pangandaran yang baru terbentuk masih minim sarana dan prasaranan penanggulangan bencana. Untuk melakukan distribusi air bersih saja BPBD belum mempunyai mobil tanki air. Menurutnya, dalam penanggulangan bencana krisis air bersih BPBD membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat dan provinsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement