REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR, Zulkifli Hasan meminta pemerintah tidak terlalu keras kepada pengusaha soal pembayaran pajak. Mengingat kondisi perekonimian Indoneseia sedang lesu.
"Kita harap caranya dengan baik dan bagus. Karena dengan bisnis yang sedang lesu seperti saat ini, tentu bila dilakukan dengan cara keras kepada pengusaha, maka bisa dikatakan 'sudah susah, tertimpa tangga pula'," kata Zulkifli Hasan usai Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo tentang RUU APBN 2016 dan Nota Keuangan, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8).
Menurutnya, penerimaan pajak negara dapat dicari dengan cara memperluas hasil pajak, tanpa harus memaksa pengusaha yang tengah mengalami kesulitan bisnis. "Aturan untuk mendapatkan pajak tetap harus ditegakkan, namun beri keringanan bagi pengusaha yang terkena dampak krisis," katanya.
Dalam postur RAPBN tahun 2016, total pendapatan negara direncanakan mencapai Rp 1.848,1 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.565,8 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 280,3 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp 2,0 triliun. "Penerimaan pajak sebesar Rp 1,56 triliun sangat besar. Sehingga perlu ada perluasan penerimaan pajak," kata Zulkifli.
Dengan kondisi perekonomian yang tengah lesu, kata dia, perlu ada perhatian dari pemerintah, dimana saat ini jumlah pengangguran terus bertambah. "Orang yang sudah bekerja terkena PHK, orang yang ingin mencari kerja juga kesulitan karena tidak ada peluang kerja. Perlu ada program-program pemerintah yang dapat menyerap tenaga kerja, seperti pembangunan infrastruktur," katanya.
Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa postur RAPBN tahun 2016, total pendapatan negara direncanakan mencapai Rp 1.848,1 triliun yang terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.565,8 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp 280,3 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp 2,0 triliun.
Sementara itu, total belanja negara mencapai sebesar Rp 2.121,3 triliun yang terdiri dari belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 1.339,1 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp 782,2 triliun. Artinya, defisit anggaran dalam RAPBN Tahun 2016 adalah sebesar Rp 273,2 triliun atau 2,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto. Defisit RAPBN Tahun 2016 tersebut akan dibiayai dengan pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri sebesar Rp 272,0 triliun dan luar negeri neto sebesar Rp 1,2 triliun.
Melihat kondisi itu, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, menambahkan, pemerintah ke depannya harus bekerja keras untuk menutupi defisit anggaran pada RAPBN 2016. "Target pajak tinggi. Jangan hanya ke subjek pajak yang sama. Mungkin ekstensifikasi pajak harus ditingkatkan," katanya.
Ia menambahkan, yang perlu dilakukan adalah pembangunan infrastruktur agar dapat membantu masyarakat yang kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan.