REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kenaikan harga daging sapi diklaim tidak memberikan keuntungan signifikan bagi para peternak sapi.
Kenaikan harga daging memang menyebabkan harga sapi ikut naik. Peternak pun mengakuinya. Namun para peternak dihadapkan lagi pada tingginya harga sapi saat mereka ingin membelinya untuk diternakkan.
“Tapi pada saat kami mau membeli sapi lagi, itu susah juga untuk peternak," kata Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana kepada ROL, Kamis (13/8) malam.
Peternak, kata Teguh, telah melakukan transaksi di pasar dan harganya pun juga sudah tinggi. Harga sapi dan daging merupakan dul hal berbeda. Peternak lebih berkenaan langsung dengan harga sapi, bukan harga daging. Sapi terlebih dahulu disembelih di rumah pemotongan hewan (RPH) baru didistribusikan ke pengecer.
Teguh mengakui, kenaikan harga daging berimbas pada kenaikan harga sapi. Namun menurutnya peternak adalah rakyat yang melihara sapi tanpa hitungan ekonomi mendetail. "Kami hanya memelihara, memberi makan, dan menjualnya. Misalnya dulu beli sapi seharga Rp 8 juta, sekarang jualnya Rp 12 juta. Sebatas itu, susah sekali melakukan pendekatan-pendekatan dengan ekonomi seperti perusahaan besar," ucap Teguh menjelaskan.
Saat ini, harga sapi sudah mencapai level cukup tinggi. Harga per kilogram sapi hidup saja mencapai Rp 45 ribu. Tidak heran, jika sudah berbentuk daging, harganya pasti menjadi Rp 90 ribu ke atas per kilogramnya. "Jadi kalau seandainya peternak menahan sapi, ya faktornya banyak," ujar Teguh.