Kamis 13 Aug 2015 09:04 WIB
Reshuffle Kabinet

Empat Kritik Reshuffle Kabinet Jokowi

Red: M Akbar
 Presiden Joko Widodo melantik menteri kabinet baru hasil reshuffle di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8).   (Republika/Edwin Dwi Putranto)
Presiden Joko Widodo melantik menteri kabinet baru hasil reshuffle di Istana Negara, Jakarta, Rabu (12/8). (Republika/Edwin Dwi Putranto)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ubedilah Badrun

Direktur Puspol Indonesia dan Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

Akhirnya Presiden Joko Widodo, pada Rabu (12/1) mewujudkan juga wacananya untuk melakukan reshuffle kabinet. Padahal bulan lalu ia sempat menolak isu reshuffle. Pada waktu itu Jokowi lebih senang menggunakan istilah evaluasi kabinet dibanding reshuffle.

Dorongan kekuatan politik besar dan sentimen negatif pasar nampaknya menjadi faktor utama Jokowi-JK melakukan reshuffle. Sayangnya reshuffle yang belum genap satu tahun ini berharap mendorong sentimen positif pasar justru tersangkut empat persoalan penting.

Pertama, reshuffle kabinet ini tidak mampu merubah paradigma ekonomi kabinet. Nuansa neoliberalisme masih kuat meski menteri koordinator bidang perekonomian diganti. Pasalnya pengganti menko ekoin yang baru (Darmin Nasution) masih memiliki ideologi ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan menko sebelumnya (Sofyan Djalil).

Efek lanjut dari problem pertama ini adalah kesulitan menko ekoin menterjemahkan secara operasional visi misi dan program janji janji kampanye Jokowi-JK. Misalnya, bagaimana sulitnya menko ekoin yang beraliran neolib menterjemahkan Trisakti dan Nawacita dalam kebijakan-kebijakan dan program-program kongkrit ekonominya.

Kedua, reshuffle kabinet ini ada yang tidak pas penempatan. Ini terjadi pada menko maritim yang baru. Rizal Ramli, menko maritim yang baru itu, sesungguhnya berlatar belakang ahli ekonomi konstitusional anti neoliberalisme dan cenderung kepada ekonomi sosialisme.

Latar belakang keilmuan yang berbeda dengan kemaritiman ini akan mempengaruhi kinerja kementerian. Setidaknya memerlukan waktu penyesuaian pemikiram, penyesuaian kebijakan dan penyesuaian struktural di kementrian yang tidak mudah. Ini pada gilirannya berdampak pada kebijakan dan efektivitas jalannya kementrian.

Ketiga, reshuffle kabinet masih ada kesan sekedar pergeseran posisi. Hal ini terlihat dari pergeseran dari menko ekoin bergeser menjadi kepala bapenas. Lalu dari kepala kantor kepresidenan menjadi menkopolkam yang dialami pada sosok Luhut Binsar Pandjaitan. Reshuffle yang terkesan pergeseran ini membenarkan analisis bahwa pola transaksional masih mewarnai reshuffle kabinet.

Keempat, khusus pergantian menko maritim oleh menko baru yang tidak pas itu mengesankan sebagai upaya Jokowi-JK meredam kelompok kritis. Sebagaimana diketahui bahwa menko maritim yang baru adalah ilmuwan ekonomi yang kerap mengkritik kebijakan ekonomi Jokowi-JK secara keras. Jadi ada kesan reshuffle ini sesungguhnya untuk meredam sekaligus menghibur menko maritim yang baru.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement