REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait menganggap pemerintah belum serius dalam memberikan perlindungan pada anak. Sebab, kata dia, dalam peringatan Hari Anak Nasional saja, Presiden Jokowi sama sekali tidak menyinggung soal kekerasan yang menjadi isu utama dalam perlindungan anak.
"Saya sebenarnya hari ini menaruh harapan Bapak Presiden bisa menyampaikan pada komponen bangsa ini bahwa kita berperang melawan kekerasan pada anak," katanya di Istana Bogor, Selasa (11/8).
Bahkan, Arist menganggap, hasil Kongres Anak Indonesia yang digelar pekan lalu di Jawa Timur jauh lebih kongkret dibanding seremoni peringatan Hari Anak Nasional yang diselenggarakan Istana. Kongres Anak Indonesia telah menghasilkan 11 keputusan, salah satunya meminta semua pihak menyatukan aksi bersama untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap anak.
Arist mengatakan, berdasarkan data yang dihimpun Komnas PA, 58 persen kasus pelanggaran pada anak adalah kejahatan seksual. Fakta ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Terlebih, sudah ada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2014 tentang gerakan nasional menentang kejahatan seksual.
Arist lantas menyebut kasus kekerasan yang menimpa Engeline Magriet Megawe di Bali. Kasus yang menyedot perhatian masyarakat luas tersebut adalah salah satu bukti bahwa kekerasan pada anak masih mengintai anak-anak Indonesia.
"Kalau kekerasan terhadap anak tidak bisa kita putus, lingkungan ramah anak tidak akan tercapai karena predator-predator itu datang dari rumah," ucapnya.
Berbicara terpisah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohanna Yembise mengatakan, pemerintah telah membentuk Forum Anak Nasional di tiap daerah. Forum ini didirikan guna memenuhi hak anak untuk didengar.
Selain itu, Yohanna juga menyebut bahwa pemerintah tengah mengembangkan kota layak anak di 260 kabupaten/kota di Indonesia.