Senin 10 Aug 2015 22:00 WIB

Masyarakat Diminta Waspadai ‎Daging Oplosan

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ilham
Pedagang daging sapi memotong daging untuk dijual di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (30/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pedagang daging sapi memotong daging untuk dijual di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah harga daging tinggi yang meroket, masyarakat harus waspada terhadap kemungkinan adanya daging oplosan. Adanya daging oplosan biasanya didorong oleh faktor permintaan yang tinggi seperti momen hari raya dan juga harga yang sedang tinggi-tingginya.

"Kalau ada daging berharga murah di tengah harga daging yang mahal seperti sekarang, masyarakat jangan tergiur. Ini justru mencurigakan," kata Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, kepada ROL, Senin (10/8).

Jika menemukan daging oplosan, masyarakat sebaiknya melaporkan kepada pihak terkait seperti manajemen pasar, pemerintah atau polisi. "Tapi saya kira masyarakat tidak seperduli itu," ujarnya. Masyarakat harus melakukan tindakan preventif seperti memperhatikan daging dengan seksama di pasar.

Namun, kata Tulus, ada yang tidak kalah penting dari kemungkinan adanya daging oplosan, yakni menurunkan harga daging. "Ini kerjaan pemerintah. Pemerintah harus menyembuhkan ini," ucapnya.

Pengoplosan daging harus diwaspadai pemerintah dan masyarakat. "Namun yang penting pemerintah harus segera menyelesaikan dan mengembalikan  sesegera mungkin ke harga normal," imbuhnya.

Pemerintah, jangan mau didikte oleh importir nakal. Gejolak harga ini, kata Tulus, bisa jadi ulah importir sehingga pemerintah terpaksa membuka kran impor. Meski begitu, sejauh ini belum ada pengaduan dari konsumen terkait pengaduan daging oplosan ke YLKI.

Tingginya harga sapi sangat merugikan karena konsumen harus membeli dengan harga yang tidak rasional. Harga daging sapi Australia saja hanya sekitar Rp 60 ribuan. Pemerintah seperti tidak berdaya berhadapan dengan pelaku pasar daging sapi. Terbukti, selepas lebaran harga daging sapi bukannya turun sebagaimana dijanjikan pemerintah, namun malah melambung tinggi dengan kisaran Rp 120 ribu hingga Rp 140 ribu, padahal biasanya hanya Rp 80 ribu.  

Peternak sapi lokal harus diberikan berbagai insentif atau subsidi agar lebih produktif sehingga tidak perlu impor dan mampu berdaulat daging sapi. "Tanpa subsidi dan insentif pada peternak sapi lokal, maka kita akan terus bergantung pada daging sapi impor," ucapnya.

Konsumen diminta tidak panik dengan melambungnya harga daging sapi. Banyak sumber-sumber protein lainnya yang bisa dikonsumsi, seperti daging ayam, daging kambing, ikan, telur, bahkan tempe dan tahu. "Jika perlu konsumen pun bisa puasa daging sapi, sampai kondisi pasokan dan harganya normal," kata Tulus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement