REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Rencana penerbitan obligasi daerah mendapat dukungan dari berbagai pihak mulai dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Karena obligasi daerah ini baru pertama di Indonesia, diprediksi akan masuk invesment grada.
Menurut Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, melalui obligasi daerah, pemerintah provinsi Jawa Barat menargetkan dapat menghimpun dana masyarakat hingga Rp4 triliun yang akan diperuntukan untuk pembiayaan infrastruktur. Di antaranya, pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) dan Jalan Tol Cisumdawu.
Heryawan mengatakan, hampir seluruh persyaratan penerbitan obligasi daerah sudah terpenuhi. Namun, pihaknya diminta untuk segera menyiapkan persyaratan lainnya seperti Surat Persetujuan DPRD, pembentukan lembaga khusus pengelola obligasi daerah, serta persyaratan administrasi lainnya.
"Obligasi daerah ini kelihatannya dapat terhimpun dana sekitar Rp 4 triliun dengan tenor 10 tahun. Karena itu, seluruh persyaratan akan segera kami lengkapi supaya segera disetujui," ujar Heryawan yang akrab disapa Aher kepada wartawan usai Rapat Koordinasi Level Pimpinan terkait rencana penerbitan obligasi daerah Pemprov Jabar di Gedung Dwiwarna, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat petang (7/8).
Aher mengakui penerbitan obligasi daerah makan waktu cukup lama, sejak 2014. Karena, obligasi daerah ini menjadi barang baru. Saat ini, belum pernah ada provinsi/daerah lain yang menerbitkan obligasi daerah. Sehingga, Ia melakukan persiapan matang agar kelak penerbitan obligasi tersebut tidak menimbulkan masalah.
"Jangan sampai salah lahir. Jika obligasi daerah sudah lahir maka akan lebih gampang, daerah lain bisa belajar ke Jabar," katanya.
Meski belum resmi diterbitkan, kata Aher, sudah banyak calon pembeli yang mengantri akan membeli obligasi daerah. Mereka siap melakukan penawaran jika obligasi daerah telah resmi diterbitkan.
Melalui penerbitan obligasi ini, kata Aher, Pemprov ingin ada akselerasi pembangunan. Namun keinginan ini terbentur keterbatasan kemampuan anggaran. Ahe mencontohkan proyek Waduk Jatigede yang dimulai sejak 1963 sempat terkatung-katung dan baru akan dilakukan pengairan di akhir Agustus 2015.
"Dana masyarakat akan menjadi kekuatan besar untuk akselerasi pembangunan," katanya.
Sementara menurut Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, rencana penerbitan obligasi daerah telah dibicarakan hingga ke level teknis. Ini dilakukan, untuk mencegah timbulnya masalah dikemudian hari. Apalagi, dana hasil obligasi merupakan dana publik.
Kemenkeu pun, kata dia, ikut mendukung penerbitan obligasi daerah Jabar dengan memberikan pendampingan dan pelatihan kepada 16 orang PNS Pemprov yang akan mengelola dana obligasi daerah. Para pengelola terbilang mumpuni karena berhasil mendapatkan sertifikat khusus.
"SDM pengelola obligasi daerah harus berada di unit khusus," katanya.
Sebagai langkah pengawasan, kata dia, pengelolaan obligasi daerah akan dilakukan oleh akuntan publik yang ditunjuk BPK. Akuntan publik ini harus memenuhi sejumlah kriteria.