REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengklaim anomali iklim El Nino belum mengancam ketahanan pangan dalam negeri. Presiden Joko Widodo menyimpulkan bahwa dampak El Nino pada kekeringan yang mengancam terjadinya gagal panen hingga saat ini masih kecil.
Dari kunjungannya ke Jawa Timur pekan lalu, Jokowi melihat bahwa ladang sawah di provinsi tersebut masih aman. Bahkan, Jawa Timur diprediksi akan mulai panen raya pada September mendatang. Kondisi serupa, menurut Jokowi, juga terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan.
"Waktu ke Sulawesi Selatan, di sana juga produksi beras tidak masalah, karena September juga ada panen raya yang cukup besar," ujarnya.
Ditemui usai rapat terbatas, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan pihaknya telah jauh hari mengantisipasi dampak El Nino. Indonesia, dia menjelaskan, memiliki 200 ribu hektare lahan endemik kekeringan.
Namun, antisipasi yang telah dilakukan Kementan diklaim akan dapat menyelamatkan 100 ribu hektare lahan endemik kekeringan.
Upaya antisipasi yang telah dilakukan Kementan, ucap Amran, antara lain dengan membangun irigasi tertier sepanjang 1,3 juta hektare dan menyebar pompa air sebanyak 21 ribu unit.
Kendati begitu, Amran menyebut pemerintah tetap mewaspadai dampak El Nino yang diprediksi akan menguat pada September dan Oktober.
Saat ini, sambung dia, daerah yang sudah mengalami kekeringan terpantau di Indramayu, Cirebon, Demak, Pati, Grobogan, Bojonegoro dan Timur Tengah Selatan.
Adapun stok beras saat ini berada di posisi 1,5 juta ton. Menurut Amran, cadangan itu masih berada di posisi aman. "Sekarang masih aman. Kami minta ke Bulog serapannya sampai akhir oktober 2,5 juta ton," katanya.