Kamis 06 Aug 2015 18:59 WIB
Muktamar NU

Terpilihnya Rais Aam Lewat Ahwa tak Perlu Dipertanyakan

Rep: Dyah Ratna Meta Novia/ Red: Bilal Ramadhan
Wakil Rais Aam terpilih KH Maruf Amin (kanan) didampingi Ketua Panitia Daerah Muktamar NU ke-33 Saifullah Yusuf (kiri) menandatangani sebuah dokumen seusai sidang pemilihan Rais Aam PBNU 2015-2020 pada Muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur, Rabu (5/8).
Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru/
Wakil Rais Aam terpilih KH Maruf Amin (kanan) didampingi Ketua Panitia Daerah Muktamar NU ke-33 Saifullah Yusuf (kiri) menandatangani sebuah dokumen seusai sidang pemilihan Rais Aam PBNU 2015-2020 pada Muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur, Rabu (5/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, sebenarnya pemilihan Rais Aam yang dilakukan dengan mekanisme Ahwa tidak menyalahi demokrasi.

Musyawarah mufakat merupakan bagian dari demokrasi, jadi Rais Aam yang terpilih tidak perlu dipertanyakan lagi. "Ahwa tidak masalah digunakan dalam pemilihan asalkan memenuhi kaidah yang berlaku di dalam NU. NU sebagai ormas Islam besar pasti punya kaidah-kaidah tersendiri," kata Hendri, Kamis, (6/8).

Kalaupun ada perbedaan pendapat di dalam Muktamar NU, itu merupakan hal yang wajar. Di dalam demokrasi memang selalu ada perbedaan pendapat namun jangan sampai perbedaan pendapat menimbulkan perpecahan.

"NU bisa menjadi porosnetral bangsa dalam berdemokrasi di tengah gempuran kekuasaan maupun parpol-parpol. Ini hal yang harus dipertahankan oleh NU sebagai ormas Islam besar," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement